Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan rasio utang pemerintah diperkirakan berada di kisaran 43,76% hingga 44,28% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2022 mendatang.
Angka tersebut melonjak dari proyeksi rasio utang terhadap PDB pada tahun 2021 yang berada di rentang 41%-43%. Adapun tingkat rasio utang itu disebabkan oleh outlook defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang diperkirakan mencapai 4,51%-4,85% atau setara dengan Rp 808,2 triliun hingga Rp 879,9 triliun.
Secara rinci defisit pada tahun 2022 tersebut terbagi menjadi dua bagian yakni utang neto dan pembiayaan investasi, masing-masing diperkirakan berada di rentang pertumbuhan 4,81%-5,8% year on year (yoy) dan 0,3%-0,95 yoy.
Sri Mulyani menyebut, sebetulnya jika dibandingkan dengan negara lainnya maka rasio utang terhadap PDB Indonesia pada tahun depan relatif lebih rendah.
“Meski relatif kecil dari total defisit maupun rasio utang terhadap PDB, kita harus tetap berhati-hati. Dari sisi pembiayaan kita akan mengelola utang sebagai instrument counter cyclical secara prudent dan sustainable,” kata Sri Mulyani saat menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, Selasa (4/5).
Lebih lanjut, Menkeu mengatakan, untuk menekan utang, pemerintah akan mengelola belanja negara lebih baik. Dia memberikan contoh, dalam anggaran subsidi akan ditransformasi berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), bukan lagi memberikan subsidi lewat barang.
Baca Juga: Airlangga Hartarto sebut rencana kenaikan tarif PPN segera diajukan ke DPR
Sejalan, pemerintah juga akan memperbarui DTKS, sehingga program perlindungan sosial semakin akurat. Lalu, untuk belanja Kementerian/Lembaga (K/L) akan diprioritaskan sesuai ketersediaan anggaran, belanja barang akan lebih efisien, dan belanja modal dipertajam.
Dari sisi penerimaan, reformasi perpajakan akan terus dijalankan untuk mengejar target penerimaan akhir tahun. Harapannya tidak terjadi shortfall penerimaan negara. Alhasil ke depan tidak ketergantungan atas kebutuhan atas utang.
“Tax ratio juga akan ditingkatkan dengan perluasan basis pajak. Kita akan melaksanakan cukai plastik, meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Struktur perekonomian akan memberikan kontribusi perpajakan dan tidak bergantung pada suatu sektor tertentu saja degan diversifikasi seperti pertanian, manufaktur, perdagangan, dan lain-lain bisa memberikan kontribusi juga,” jelas Sri Mulyani.
DI sisi lain, Kepala Ekonom Indo Premier Sekuritas Luthfi Ridho mengatakan, tidak ada salahnya jika terjadi kenaikan rasio utang terhadap PDB di tahun depan. Toh, ini dikarenakan defisit APBN yang diperbolehkan berada lebih dari 3% hingga 2022, sebagai cara mengatasi dampak pandemi virus corona.
“Tapi selama aktualisasinya benar dan untuk belanja produktif. Strategi penerbitan utang yang sudah dijalankan tahun lalu dan tahun ini cukup baik apabila mau dilanjutkan. Ini masih tergolong wajar, karena negara lain banyak yang utangnya jauh lebih besar daripada Indonesia.” kata dia kepada Kontan.co.id, Rabu (5/5).
Luthfi menambahkan, tahun depan utang pemerintah pusat dapat terkendali apabila perbaikan ekonomi berlangsung sesuai dengan outlook pemerintah. Kemudian stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi terkendali. Dan terakhir cadangan devisa tinggi.
Selanjutnya: Pemerintah yakin ekonomi pada kuartal I 2021 tunjukkan pemulihan yang makin solid
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News