kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menebak alasan pemerintah Indonesia tak ikutkan China dalam daftar investor INA


Selasa, 09 Februari 2021 / 18:25 WIB
Menebak alasan pemerintah Indonesia tak ikutkan China dalam daftar investor INA

Sumber: South China Morning Post | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia tengah berada di jalur yang tepat saat meluncurkan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Indonesia Investment Authority (INA) untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia untuk mewujudkan ambisi Presiden Joko Widodo, seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan dan bandara.

Setelah pemerintah menunjuk dewan penasihat, INA juga  telah mendapat komitmen investasi dari 50 entitas pengelola dana investasi, namun China tidak ada di daftar itu.

Pemerintah Indonesia berharap dapat menghimpun dana awal sebesar US$ 5 miliar, dengan US$ 1 miliar berasal dari APBN. Sementara sisanya US$ 4 miliar berasal dari pengalihan ekuitas dan aset BUMN.

Pemerintah menargetkan dapat menghimpun dana sebesar US$ 20 miliar ke depannya, yang akan digunakan untuk menopang perekonomian negara sebesar US$ 1 triliun.

Baca Juga: Kontraktor BUMN Menuai Berkah SWF, Ini Rekomendasi Saham ADHI, PTPP, WIKA, dan WSKT

Terkait hal itu, sudah ada lima entitas pengelola dana asing yang berkomitmen untuk menginvestasikan total sebesar US$ 9,8 miliar di INA. Namun absennya China dalam daftar penyokong dana investas di INA telah  menimbulkan kecurigaan bahwa Indonesia berusaha menghindari investasi dari negara ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Penulis Buletin yang berfokus pada masalah Indonesia, Kevin O'Rourke, mengatakan, hal itu menegaskan bahwa Indonesia khawatir bahwa Beijing pada akhirnya dapat menegaskan kendali atas infrastruktur utama di Indonesia bila China masuk dalam daftar investor di INA.

“Meskipun tidak pernah diakui, tapi ada alasan kuat bahwa pemerintah Indonesia ingin menjaga aktivitas infrastrukturnya di bawah kendali kepemilikan negara karena ketakutan laten bahwa proyek strategis ini akan dikendalikan China ” kata O'Rourke seperti dilansir South China Morning Post.

O'Rourke melanjutkan, pemerintah Indonesia meragukan swasta atas kepemilikan aset terutama infrastruktur penting. Hal itu terjadi karena sebagian besar modal swasta untuk proyek-proyek infrastruktur berasal dari luar negeri.

Sejauh ini, The Japan Bank for International Cooperation, telah menyatakan komitmen menggelontorkan dana sebesar US$ 4 miliar kepada. Kemudian,  US International Development Finance Corporation juga telah berkomitmen memberikan dana sebesar US$ 2 miliar. Kedua institusi ini memimpin daftar investor asing yang menyuntikkan dana ke INA.

Selanjutnya: Pemerintah klaim ada Rp 133 triliun investasi yang siap masuk ke LPI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×