kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar Kekuatan APBN Jika Dana Subsidi Bertambah Hingga Rp 700 Triliun


Kamis, 25 Agustus 2022 / 05:25 WIB
Menakar Kekuatan APBN Jika Dana Subsidi Bertambah Hingga Rp 700 Triliun

Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah masih merumuskan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite. Hal ini dikarenakan, apabila BBM subsidi tidak dinaikkan maka akan memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hitungan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tanpa kebijakan kenaikan harga atau pembatasan subsidi, maka anggaran subsidi energi dan kompensasi bisa bertambah sebesar Rp 198 triliun dari anggaran yang disetujui DPR, yaitu sebesar Rp 502 triliun. Sehingga anggaran subsidi energi dan kompensasi di tahun ini bisa mencapai Rp 700 triliun.

Namun apabila pemerintah tetap menaikkan harga BBM subsidi dan subsidi energi tidak jadi membengkak, pemerintah juga masih harus memperbesar anggaran perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat agar tidak tergerus. 

Saat ditemui awak media usai rapat kerja bersama Komisi XI, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah tidak dapat langsung menambah anggaran subsidi energi.

Baca Juga: Jika Harga BBM Tak Naik, Subsidi Bisa Tembus Rp 700 Triliun

Hal ini dikarenakan pemerintah tidak dapat menambah besaran subsidi jika tidak ada persetujuan dari DPR.  Sehingga pemerintah masih akan menggunakan anggaran sebesar Rp 502 triliun yang telah disetujui DPR.

"Alokasinya sesuai dengan peraturan presiden itu, yang sudah di approve oleh DPR saja, sebanyak Rp 502 triliun, makanya kalau jumlahnya melebihi itu memang diperlukan keputusan untuk tahun ini atau diluncurkan tahun depan," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Rabu (24/8).

Bendahara Negara tersebut mengatakan, jika ternyata beban subsidi melebihi dari target yang telah ditentukan, maka anggarannya bisa berpotensi mundur di tahun depan. Namun, tentu saja APBN 2023 akan sangat berat karena harus menanggung beban subsidi yang ada di tahun ini.

"Kalau seandainya kemudian nanti ada tagihan yang lebih banyak, diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ya berarti meluncur di tahun 2023 dan membebani APBN 2023," ungkapnya.

Baca Juga: Jika Harga BBM Tak Naik, Subsidi Bisa Tembus Rp 700 Triliun

Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata juga mengatakan hal yang sama. Ia menyebut, apabila BBM subsidi tidak dinaikkan maha anggaran subsidi energi dan kompensasi bisa jebol hingga Rp 700 triliun. 

"Cukup ngak cukup, itu yang dikasih anggaran oleh DPR. Masalahnya memang kalau ngak ada kebijakan-kebijakan bisa naik sampai Rp 700 triliun," ujar Isa kepada awak media di Gedung DPR RI, Rabu (24/8).

Isa menyebut, untuk menambah anggaran subsidi energi juga harus melalui berbagai pertimbangan, salah satunya adalah dengan melihat kinerja penerimaan negara. Apabila penerimaan negara bagus, maka bisa saja untuk ditambah anggaran subsidi energi dan kompensasi.

"Kita lihat perkembangan penerimaan negara, kalau penerimaan negara kemudian bagus, naik terus ya kita mungkin bisa saja mengambil lagi seperti Rp 502 triliun tadi. Tapi kalau kemudian penerimaan negara landai menjadi biasa-biasa saja, nambah lagi dari mana ?," katanya. 

Baca Juga: Butuh Tambahan Rp 198 Triliun untuk Dana Subsidi Jika Harga BBM Tak Jadi Naik

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan bahwa kinerja perekonomian dan capaian APBN masih cukup baik, namun ketidakpastian global masih bersifat eskalatif.

Wahyu menyebut , APBN masih akan tetap berfungsi sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli dan menjaga trend pemulihan ekonomi nasional. Namun, dirinya mengatakan keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan atau pun  menaikkan BBM subsidi juga berpengaruh kepada anggaran subsidi dan kompensasi serta program perlindungan sosial yang juga akan meningkat.

"Namun demikian, pemerintah juga menyadari subsidi dan kompensasi, belum sepenuhnya tepat sasaran," ujar Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (24/8).

Oleh karena itu, Wahyu mengatakan, reformasi subsidi dan kompensasi yang tepat sasaran perlu dilakukan dengan tetap melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan serta dilakukan pada momentum yang tepat.

"Namun yang terpenting kesehatan APBN dan stabilitas perekonomian tetap di jaga," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×