kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45998,34   4,74   0.48%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Likuiditas Kian Ketat, Intip Kondisi Penyaluran Kredit dan Himpunan Valas Perbankan


Kamis, 08 Desember 2022 / 06:15 WIB
Likuiditas Kian Ketat, Intip Kondisi Penyaluran Kredit dan Himpunan Valas Perbankan

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketersediaan likuiditas valuta asing (valas) di perbankan kiat mengetat. Meskipun sejumlah bank besar mengaku masih terus menyalurkan kredit valas secara selektif. Data Bank Indonesia (BI) mencatat loan to deposit ratio (LDR) valas di level 84,82% per September 2022. Mengetat dibandingkan akhir 2021 di posisi 79,41%.

Ini seiring kenaikan kredit valas perbankan 17,96% year on year (YoY) menjadi Rp 953,42 triliun per September 2022. Sedangkan DPK valas hanya naik 8,37% menjadi Rp 1.124,04 triliun. 

Sinyal ini dipertegas dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengerek tingkat suku bunga penjaminan valas bank umum sebesar 100 basis poin (bps) menjadi 1,75%. Sedangkan untuk rupiah tetap di level 3,75%. 

Berlaku mulai 9 Desember 2022 hingga 31 Januari 2023. Secara normal, LPS menyesuaikan tingkat bunga penjaminan tiap tiga bulan. Seharusnya, jadwal penyesuaian akan terjadi pada Januari 2023 mendatang.

Baca Juga: KPR Diproyeksi Tumbuh Positif di 2023, BTN Bidik Milenial sebagai Pasar Potensial

Namun, LPS bisa saja mengambil kebijakan penyesuaian di luar jadwal rutin itu bila diperlukan. Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan alasan kebijakan ini

Pertama, antisipasi forward looking terhadap ketidakpastian yang masih tinggi dari kondisi ekonomi, pasar keuangan, harga komoditas, dan kinerja ekspor. Kedua, memberikan ruang bagi perbankan merespon pergerakan likuiditas global sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi melalui penyaluran kredit. 

Ketiga, sinergi kebijakan lintas otoritas dalam upaya menarik likuiditas valas seperti devisa hasil ekspor (DHE) dari luar negeri. Sehingga, bisa memenuhi tingginya permintaan kredit valas dan menambah likuiditas valas domestik.

Ia memprediksi arah kebijakan tingkat suku bunga penjaminan valas akan bergerak lebih cepat, besar, dan tajam kenaikannya dibandingkan rupiah. Sebab, banyak dipengaruhi oleh kebijakan The Federal Reserve ke depannya. 

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengakui telah terjadi fenomena dolar shorted atau kelangkaan dolar secara global.  Ia menjelaskan hal ini terjadi akibat kenaikan agresif suku bunga The Fed dan juga imbal hasil surat utang Amerika Serikat (AS) Tinggi. 

“Ini mendorong terjadinya arus balik dari Dolar AS dari negara berkembang dan negara maju, termasuk Indonesia. Sehingga kembali ke AS, tercermin dari DXY index yang menggambarkan penguatan dolar AS terhadap mata uang dominan lainnya. Ini lah yang menyebabkan dolar shorted,” ujar Destry.

Lanjut Destry, perbankan tanah air saat ini mencatatkan pertumbuhan kredit valas lebih tinggi dari DPK valas. Kendati demikian, Destry menyatakan secara keseluruhan jarak antara ketersediaan dana valas dan kredit itu terus membaik. 

“Karena, sumber pendanaan valas perbankan kita tidak hanya berasal dari DPK saja, ada juga non DPK yang tumbuh cukup pesat. Pada umumnya dalam bentuk pinjaman maupun repo juga. Ini jadi satu sumber pendanaan untuk kredit valas,” terang Destry. 

Ia berharap dengan bank menawarkan suku bunga yang atraktif bisa menarik simpanan valas kembali parkir di tanah air. Ia mengaku, perbankan Indonesia memang harus bersaing dengan bank di luar negeri.

Baca Juga: LPS Kerek Bunga Penjaminan, BRI: Bakal Berdampak Positif pada Himpunan DPK Valas

Maklum, berdasarkan riset KONTAN, perbankan Singapura menawarkan suku bunga simpanan berkisar 2,95% hingga 4,90%. Tergantung tenor dan jumlah dana yang ditempatkan. 

Kendati demikian, Purbaya mewanti-wanti, program penjaminan di Singapura tidak menjamin mata uang asing termasuk dolar AS. Berbeda dengan Indonesia yang menjamin simpanan valas nasabah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto menyatakan BRI masih gencar menyalurkan kredit valas yang tumbuh 4,76% year to date (YtD) hingga November 2022. Ditopang oleh kenaikan permintaan modal kerja pada sektor agribisnis, infrastruktur, transportasi, dan minyak dan gas (migas).

Ini berkat dukungan pertumbuhan DPK Valas BRI naik 24,5% YtD. Aestika menilai langkah LPS dapat meningkatkan rasa aman kepada nasabah untuk menyimpan dana di Bank.

"Kenaikan bunga pinjaman oleh LPS tersebut merupakan respon yang tepat karena sejalan dengan kondisi market saat ini dimana The Fed telah menaikkan suku bunga dolar AS sebanyak 5 kali sepanjang tahun 2022. BRI menilai kebijakan ini akan berdampak positif bagi BRI dalam menghimpun DPK Valas dalam negeri," ujarnya kepada KONTAN pada Rabu (7/12).

Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyatakan penyaluran kredit valas Bank Mandiri tumbuh 15,55% (YtD) dengan DPK valas tumbuh positif 12%. Ia menyatakan total DPK valas Bank Mandiri sebesar US$ 13,6 Miliar. 

"Ditopang oleh pertumbuhan giro dan tabungan valas (CASA) yang tumbuh 11,6% secara year on year menjadi US$ 11,0 miliar pada akhir September 2022," tuturnya Kepada KONTAN.

Ia menyebut Bank Mandiri secara aktif terus melakukan langkah strategis untuk menjaga likuiditas. Bank Mandiri mengoptimalisasi pengelolaan likuiditas dengan strategi pricing dana secara selektif dan terukur sebagai upaya untuk mengakuisisi maupun mempertahankan DPK.

Kemudian, melakukan pengelolaan kontrol dan monitoring terhadap pencairan kredit valas. Juga memanfaatkan instrumen-instrumen treasury dalam memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek.

Baca Juga: BRI Siapkan Pencadangan Rp 29 Triliun untuk Restrukturisasi Covid-19

"Untuk tahun 2023, mempertimbangkan proyeksi bahwa penyaluran Kredit Valas akan meningkat seiring dengan kondisi bisnis dan perekonomian yang mulai bergerak kembali serta FFR yang diproyeksikan akan mulai stabil, Bank Mandiri akan terus mengkaji serta memonitor kecukupan likuiditas dari waktu ke waktu serta mengelolanya secara prudent dan optimal," jelasnya.

Sedangkan Bank BCA mencatatkan kenaikan kredit valas 35,7% YoY menjadi Rp 45 triliun per September 2022. Adapun DPK valas BCA mengalami pertumbuhan sebesar 11,4% YoY menjadi Rp 76 triliun per September 2022.

Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyatakan BCA telah menaikkan bunga deposito valas secara bertahap sejak Oktober 2022. Saat ini bunga deposito valas dollar AS berkisar 0,75% hingga 1,75%. 

Ia menyebut BCA akan mengkaji dampak kenaikan suku bunga penjaminan valas LPS. Juga akan menyiapkan strategi yang tepat untuk senantiasa memberikan nilai tambah dan layanan yang optimal bagi segenap nasabah dan masyarakat. 

"Ke depannya, BCA akan tetap berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan transaksi valas sesuai dengan kebutuhan nasabah dalam berbagai jenis mata uang," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×