kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kuartal II-2024, Indonesia Mulai Produksi Baterai Kendaraan Listrik Sendiri


Kamis, 10 November 2022 / 07:00 WIB
Kuartal II-2024, Indonesia Mulai Produksi Baterai Kendaraan Listrik Sendiri

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah optimistis Indonesia mampu melakukan produksi baterai listrik secara mandiri pada 2024. Seiring dengan langkah pemerintah mendorong industri nikel bekerja sama dengan pihak asing. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Indonesia tengah mempersiapkan hal ini. Sehingga, hilirisasi dari mineral ini bisa semakin memutar roda perekonomian dalam negeri.

“Sekarang sedang jalan. Tadi saya kan udah bilang 2024 kuartal II atau III kita akan produksi baterai kita sendiri. Kerja sama dengan CATL, LG, atau industri lain,”  ujar Luhut pada acara Seminar Climate Change, Decarbonization, Sustainability & Green Economy yang diadakan oleh LPS di Bali, Rabu (9/11).

Baca Juga: Volume Penjualan Feronikel Antam Turun 8,53% Periode Januari-September 2022

Memang, pemerintah untuk mendorong pembangunan industri baterai kendaraan listrik memang baru mencuat ke permukaan setahun terakhir. Bentuk paling riilnya berupa pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) atau PT Industri Baterai Indonesia pada Maret 2021.

Empat Badan Usaha Milik Negara; PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), MIND ID (Persero), PT Pertamina (Persero) dan PLN (Persero) menjadi pemegang saham IBC dengan porsi kepemilikan masing-masing 25%.

Beban berat tersemat di pundak IBC; membangun dan mengembangkan industri baterai yang terintegrasi. Mulai dari penambangan bijih nikel hingga daur ulang baterai bekas.

Teknologi dan biaya investasi yang besar menjadi kendala buat Indonesia. Tapi, negeri ini punya modal utama lainnya; ketersediaan bahan baku berupa bijih nikel yang melimpah. Merujuk data United States Geological Survei (USGS), cadangan nikel Indonesia mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia.

Baca Juga: Infrastruktur Pendukung Diperlukan untuk Dorong Transisi Motor Listrik

Di sinilah posisi Antam menjadi strategis lantaran perusahaan pelat merah itu merupakan pemilik cadangan nikel terbesar kedua di Indonesia.  

Dolok Robert Silaban, Direktur Pengembangan Usaha Antam kepada KONTAN (26/7) menyebut, pada tahun 2021 tercatat cadangan bijih nikel ANTAM sebesar 381,91 juta wet metric ton (wmt), tumbuh 2% dibanding cadangan pada 2020 yang sebesar 375,52 juta wmt. Total cadangan 381,91 juta wmt itu terdiri dari 332,69 juta wmt bijih nikel saprolite dan 49,22 juta wmt bijih nikel limonite.

Untuk target produksi bijih nikel Antam di tahun 2022 sebesar 12,10 juta wmt, tumbuh 10% dari realisasi 2021 yang sebesar 11,01 juta wmt.

Dus, IBC pun menggadang strategi jitu dengan menggandeng CATL dan LG Energy Solution membangun industri baterai EV terintegrasi di tanah air. Keduanya adalah produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia.

CATL misalnya, merujuk publikasi Wired pada 28 Juni 2022, menyebut CATL memasok 30% dari kebutuhan baterai EV dunia. Tesla, Kia dan BMW merupakan contoh beberapa pabrikan mobil listrik yang menggunakan baterai bikinan perusahaan yang didirikan Zeng Yuqun alias Robin Zeng itu.

Gabungan produksi CATL dan LG Energy Solution, kata Direktur Utama IBC Toto Nugroho, sudah mendekati 300 gigawatt hours (GWh), atau hampir setengah dari produksi baterai EV dunia.

Baca Juga: Sebanyak 31.000 Sertifikasi Uji Tipe Kendaraan Listrik Telah Terbit

Nah, pada April 2022, komitmen dari LG dan CATL berhasil diperoleh. Toto menyampaikan, LG berkomitmen untuk membenamkan investasi senilai US$ 9,8 miliar dan CATL sebesar US$ 5,97 miliar.

"Ini kerja sama end to end, mulai dari mining, refining, hingga menjadi produk baterai, termasuk baterry recycling," ujar Toto kepada KONTAN (25/7).

Skemanya, tahun ini dibikin joint venture (JV) di pertambangan, bekerjasama dengan Antam (ANTM). Di sisi upstream ini, pihak Indonesia akan menjadi pemegang saham mayoritas. Lokasi tambangnya, kata Toto, di Halmahera Timur, Maluku Utara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×