kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPK Dorong Pembahasan RUU Perampasan Aset, Ini Alasannya


Sabtu, 09 April 2022 / 07:25 WIB
KPK Dorong Pembahasan RUU Perampasan Aset, Ini Alasannya

Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya mendorong adanya pembahasan rancangan undang-undang (RUU) soal perampasan aset kepada DPR. Hal tersebut ditujukan sebagai langkah optimalisasi asset recovery hasil kejahatan korupsi.

"Iya soal tersebut [RUU Perampasan Aset] KPK dorong dalam rangka memaksimalkan optimalisasi asset recovery hasil kejahatan korupsi. Selain itu saat ini KPK dalam upaya tersebut [optimalisasi asset recovery] terapkan TPPU," jelas Ali kepada Kontan.co.id, Jumat (8/4).

Ali menyebut, KPK terus memaksimalkan upaya perampasan aset hasil korupsi (asset recovery) dari para koruptor. Upaya tersebut salah satunya melalui pengembangan penanganan perkara pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Baca Juga: RUU Perampasan Aset Jadi Prioritas 2022

Tercatat, sejak tiga tahun terakhir KPK telah mengeluarkan 11 Surat Perintah Penyidikan perkara TPPU. Di antaranya, pada Tahun 2022, ada perkara dugaan perkara TPPU yakni dalam kasus TPK (Tindak Pidana Korupsi) Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintahan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan TPK terkait pengadaan Barang dan Jasa serta Lelang Jabatan di Pemerintahan Kota Bekasi.

Di tahun 2021 yaitu TPK dan TPPU terkait Proyek Pembangunan Jalan Dalam Kota Namrole Tahun 2015, Kasus Pengurusan Perkara di Mahkamah Agung, TPK terkait Seleksi Jabatan di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Probolinggo Tahun 2021, TPK Penerimaan Hadiah atau Janji terkait dengan Pemeriksaan Perpajakan Tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak, TPK terkait Pengadaan Barang dan Jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.

Lalu pada Tahun 2020, terdapat perkara TPPU yaitu pengembangan TPK Suap Pengadaan Pesawat dan Mesin Pesawat dari Airbus S.A.S dan Roll-Royce P.L.C pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan TPK Gratifikasi terkait dengan jasa konsultasi Bisnis Asuransi dan Reasuransi Oil dan Gas pada PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.

Adapun pengenaan pasal TPPU penting untuk mengoptimalkan asset recovery atas hasil korupsi. Lantaran, KPK sering kali menemukan para koruptor menyamarkan atau menyembunyikan hartanya dari hasil kejahatan korupsinya.

Mulai dari penempatan uang atau aset di sistem keuangan, menyamarkan atau menghilangkan jejak sumber uang dengan melakukan transaksi atau transfer yang kompleks, ataupun menggunakan uangnya untuk investasi pada kegiatan usaha atau bentuk kekayaan lainnya.

Terlebih, hasil kajian PPATK tahun 2021 menyebutkan bahwa dari hasil identifikasi dan analisis faktor pembentuk risiko TPPU di Indonesia berdasarkan kategori jenis tindak pidana asal paling banyak adalah korupsi.

Baca Juga: PPATK Masih Berharap RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas 2022

Kemudian KPK melaporkan, hasil asset recovery dari penanganan tindak pidana korupsi selama tahun 2021 mencapai Rp419,9 miliar. Nilai pengembalian asset recovery ini masuk ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui denda, uang pengganti, rampasan dan juga dari penetapan status penggunaan serta hibah.

Capaian tersebut dilakukan KPK melalui dua cara. Pertama, lelang benda sitaan tanpa harus menunggu putusan pengadilan, penerapan pasal TPPU, serta tindak pidana korporasi. Kedua, penanganan grand corruption dengan mengoptimalkan LHA PPATK dan LHP BPK yang terkait dugaan korupsi.

Hasil asset recovery tersebut selanjutnya masuk ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

×