Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - LONDON. Inggris berencana melarang iklan online makanan tidak sehat alias junk food, sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi obesitas dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Pemerintah Inggris mengatakan, obesitas adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat jangka panjang terbesar di negeri Ratu Elizabeth II, dengan hampir dua pertiga orang dewasa di Inggris kelebihan berat badan dan satu dari tiga anak meninggalkan sekolah dasar gara-gara obesitas.
Tindakan yang Pemerintah Inggris keluarkan tersebut akan, jika berlaku, melarang iklan online untuk makanan tinggi lemak, gula, dan garam.
"Kami tahu, ketika anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu untuk online, orangtua ingin diyakinkan bahwa mereka tidak melihat iklan yang mempromosikan makanan tidak sehat, yang dapat memengaruhi kebiasaan makan untuk hidup," kata Menteri Kesehatan Matt Hancock dalam sebuah pernyataan Selasa (10/11), seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Inggris putuskan lockdown sebulan sampai 2 Desember
Menjadi sorotan perdana menteri
Kelebihan berat badan telah terbukti meningkatkan risiko penyakit serius atau kematian akibat Covid-19, sebuah fakta yang menjadi sorotan Perdana Menteri Boris Johnson.
Johnson yang sempat terjangkit Covid-19 secara terbuka berbicara tentang niatnya untuk menurunkan berat badan sejak dirawat di rumahsakit karena penyakit tersebut.
Pemerintah Inggris menyebutkan, awal tahun ini ingin melarang iklan online dan televisi tentang makanan tidak sehat sebelum jam 9 malam. Tetapi, draf aturan yang pemeritah keluarkan pada Selasa (10/11) akan melangkah lebih jauh dan menerapkan larangan total secara online.
Ini termasuk iklan berbayar dan daftar pencarian, iklan yang didorong langsung di perangkat seluler, dan iklan viral yang diproduksi dengan tujuan dibagikan secara luas di media sosial. Bentuk iklan online lainnya juga akan dilarang.
Sebelum menerapkan larangan iklan online junk food, pemerintah Inggris akan menjaring masukan terlebih dahulu dengan industri, publik, dan pihak berkepentingan lainnya selama enam minggu ke depan.
Selanjutnya: Ada harapan, vaksin corona Oxford bisa meluncur Desember 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News