Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan tambahan empat proyek smelter baru yang akan selesai dan beroperasi di tahun ini. Dengan tambahan itu, direncanakan ada total 23 smelter yang beroperasi pada 2021.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, sudah ada 19 smelter yang beroperasi hingga tahun lalu. Kata dia, pihaknya akan mengejar target penambahan smelter hingga bisa mencapai 53 smelter pada tahun 2024.
"Pembangunan smelter kita targetkan hingga 2024 terbangun sebanyak 53. Hingga 2020 ada 19, pada 2021 akan bertambah menjadi 23, terus meningkat 28 smelter pada 2022 dan mencapai puncaknya 2023-2024," terang Ridwan dalam paparan realisasi kinerja Minerba 2020 dan rencana 2021 secara daring, Jum'at (15/1).
53 smelter tersebut berasal dari tujuh komoditas mineral. Yakni nikel, bauksit, besi, tembaga, mangan, serta timbal dan seng. Total investasi dari 53 smelter tersebut berjumlah US$ 21,59 miliar.
Baca Juga: Catat! Pemerintah bakal ubah tarif royalti untuk batubara dan emas
Hingga Semester I-2020, total investasi yang sudah terserap sebanyak US$ 12,06 miliar. Pada tahun 2021 ini, investasi smelter ditargetkan sebesar US$ 2,22 miliar. Lalu meningkat US$ 4,8 miliar pada tahun 2022, dan US$ 2,05 miliar pada 2023.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak membeberkan, empat proyek smelter yang akan beroperasi pada tahun ini terdiri dari tiga smelter nikel dan satu smelter timbal.
Smelter nikel terdiri dari (1) PT Aneka Tambang Tbk di Tanjung Bulli, Halmahera Timur, (2) PT CMMI di Cilegon dan (3) PT SMI yang juga berlokasi di Cilegon, Banten.
Adapun satu smelter timbal ialah milik PT Kapuas Prima Coal di Kotawaringan Barat, Kalimantan Tengah. "Smelter di 2021 rencananya ada 4 (tambahan yang beroperasi)," ungkap Yunus.
Lebih lanjut, dia juga menyampaikan bahwa hampir semua perusahaan yang sedang melakukan pembangunan smelter telah melakukan penyesuaian rencana. Alasannya, karena terdampak pandemi Covid-19.
"Delivery alat-alat terganggu. Tenaga kerja juga terganggu. Hampir semua (melakukan penyesuaian), bauksit, nikel, tembaga," ungkap Yunus.
Namun, dia menegaskan bahwa pembangunan smelter tetap harus selesai pada tahun 2023. Sebab, berdasarkan Pasal 170 A Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 alias UU Minerba, ekspor mineral mentah yang belum dimurnikan akan ditutup setelah 3 tahun beleid ini diundangkan.
Baca Juga: Proyek smelter Freeport jauh dari target, ini kata Dirjen Minerba
"Setelah 2023, tepatnya Juni 2023 karena jatuh tempo 3 tahun itu, maka tidak ada lagi ekspor dalam bentuk bijih atau ore yang belum dimurnikan," tegas Yunus.
Meski ada penyesuaian rencana kerja perusahaan akibat pandemi Covid-19, Ridwan Djamaluddin juga menegaskan bahwa pihaknya tetap akan mengejar target agar bisa terwujud 53 smelter pada tahun 2024.
"Namun dengan target akhir masih sama, pada akhir 2023 semuanya harus terbangun dan beroperasi," katanya.
Dengan begitu, nantinya seluruh mineral akan diolah dan dimurnikan di dalam negeri. "Kalau dulu kita sering dikatakan jual tanah air, sudah tidak boleh lagi," pungkas Ridwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News