Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak memberikan restu kepada PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) untuk menaikkan harga gas ke pelanggan industri yang rencananya berlaku pada 1 Oktober 2023 mendatang.
“Enggak, kita enggak mengizinkan (PGN menaikkan harga gas),” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), Tutuka Ariadji ketika ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (29/8).
Perihal surat yang disampaikan PGN ke pelaku industri beberapa waktu, Tutuka menjelaskan, rencana menaikkan harga gas ini sejatinya masih dalam keputusan manajemen PGN sendiri. Adapun Perusahaan gas pelat merah ini memiliki kewajiban mengumumkan tiga bulan sebelum penyesuaian harga gas ke pelaku usaha.
“Itu sebenarnya aturan dari dia, aturan maka harus diumumkan sekarang, kalau tidak diumumkan nanti sudah telat. Tetapi pemerintah kan kebijakannya tidak menaikkan harga,” tegasnya.
Dirjen Migas menegaskan, pada prinsipnya pemerintah menginginkan harga gas untuk bisa terjangkau supaya industri bisa berkembang dan berdiri di kaki sendiri. Maka itu, usulan PGN menaikkan harga gas untuk industri tidak diperbolehkan oleh pemerintah.
Baca Juga: PGN Siap Genjot Pemanfaatan Gas Bumi Pelanggan Industri dan Kelistrikan di Batam
“Dia menjual dengan harga yang memberatkan konsumen kan kita tidak bolehkan,” tegasnya.
Sebelumnya, PGAS meminta tambahan alokasi gas ke pemerintah untuk memastikan pasokan gas ke pelanggan tetap aman. Pasalnya, pasokan gas dari Medco melalui Blok Corridor menurun dibandingkan tahun lalu atau kurang sekitar 8 kargo sampai 9 kargo per tahun.
Jika terjadi kekurangan pasokan gas ini, PGN harus mencampurkan gas dari pipa dengan gas alam cair (LNG) di fasilitas penyimpanan gas dan regasifikasi terapung (FSRU) Lampung. Konsekuensinya, harga gas ke pelanggan bisa lebih mahal.
Namun Tutuka menyatakan, PGN seharusnya mencari sumber gas lain yang ada dan bisa dikembangkan oleh Perusahaan.
“Itu kan sumber gas bisa dikomunikasikan dengan SKK Migas, masih ada cara-cara lain kita minta dari mana, pemerintah bantu itu agar harga murah, cari sumber sana kalau tidak ada, cari sumber lain,” jelasnya.
Melansir catatan Kontan.co.id sebelumnya, berdasarkan rangkuman yang dibuat anggota Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) kenaikan harga gas dari PGN yang berlaku pada 1 Oktober 2023 cukup signifikan.
Untuk pelanggan gold harga gas semula US$ 9,16 per MMBTU menjadi US$ 11,89 per MMBTU. Kemudian pelanggan Silver (PB-KSv) dari sebelumnya US$ 9,78 per MMBTU menjadi US$ 11,99 per MMBTU.
Lalu pelanggan Bronze 3 (PB-SBr3B) dari harga gas semula US$ 9,16 per MMBTu menjadi US$ 12,31 per MMBTU. Pelanggan Bronze 2 (PB-SBr2) sebelumnya US$ 9,20 per MMBTu menjadi US$ 12,52 per MMBTU).
Baca Juga: Kenaikan Harga Gas Non HGBT Bisa Kerek Biaya Produksi Barang Elektronik
Adapun untuk pelanggan Bronze 1 (PB-KBr1) perubahan harga gas baru akan naik pada 1 Januari 2024 di mana harga gas semula Rp 6.000 per meter kubik (m³) menjadi Rp 10.000/m³.
Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi, Yustinus Gunawan menyatakan, kenaikan harga gas industri akan menurunkan daya saing dan berpotensi menurunkan kontribusi industri pengolahan dalam Produk Domestik Bruto (PDB).
“Di sisi lain juga akan menggentarkan realisasi investasi dan investasi baru yang ujung-ujungnya penurunan serapan tenaga kerja dan kinerja ekspor,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (14/8).
Yustinus menjelaskan, berdasarkan hasil kajian Kementerian Perindustrian bersama LPEM-UI manfaat harga gas yang kompetitif ke industri sangat baik. Khususnya jika melihat dari kebijakan HGBT yang tertuang dalam Perpres 121 Tahun 2020 dan dilaksanakan oleh Kepmen ESDM.
Namun, dia menegaskan, wacana kenaikan harga gas bumi oleh PGN hampir dapat dipastikan akan memicu deindustrialisasi seperti halnya sekitar 10 tahun yang lalu ketika harga gas bumi industri naik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News