Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian melalui Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) mengungkapkan bahwa industri jamu juga menjadi perhatian pemerintah untuk terus dikembangkan. Sebab, sektor ini memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional.
“Keunggulan yang dimiliki industri jamu, antara lain tersedianya bahan baku di tanah air yang sangat melimpah,” ujar Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam dalam keterangan resmi, Senin (21/12).
Lebih lanjut, Khayam menjelaskan Indonesia dinilai memiliki keanekaragaman hayati terbanyak di dunia, seperti jahe, lempuyang, pala, dan nilam. Bahan baku tersebut merupakan modal utama dalam upaya membangun kemandirian untuk memproduksi obat.
Namun demikian, pertumbuhan pasar obat tradisional di Indonesia masih perlu dioptimalkan. “Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan kualitas dan daya saing produk, serta menerapkan strategi pemasaran yang tepat. Sebab peluang pasar produk obat tradisional dan obat herbal, paling tidak di wilayah Asia, masih terbuka lebar,” ungkapnya.
Baca Juga: Kebijakan TKDN sektor farmasi bisa kurangi impor hingga 35% di 2022
Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) tahun 2020, terdapat 129 industri obat tradisional, dengan 22 perusahaan yang telah memproduksi obat herbal terstandar (OHT). Lima perusahaan di antaranya telah mengembangkan fitofarmaka. Selebihnya, tergolong dalam industri ekstrak bahan alam.
“Saat ini, yang telah terdaftar di Badan POM sekitar 11 ribu produk jamu, tetapi yang merupakan produk OMAI sejumlah 23 produk fitofarmaka dan 69 OHT,” imbuhnya.
Dengan potensi yang begitu besar, Kemenperin sedang menyusun draft Rencana Aksi Pengembangan Industri Fitofarmaka. Rencana Aksi ini diharapkan menjadi panduan untuk peningkatan industri farmasi agar mampu secara mandiri menghasilkan obat untuk kebutuhan nasional yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat, terjangkau oleh masyarakat.
“Pengembangan OMAI membutuhkan sinergi dari semua pemangku kepentingan, mulai dari petani yang menghasilkan bahan baku yang bagus dan terstandar, peneliti, pelaku industri, pemangku kepentingan hingga masyarakat sebagai konsumen,” tutur Khayam.