Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, pembangunan jaringan listrik pintar (smart grid) mampu mempercepat proses elektrifikasi masyarakat yang tinggal di wilayah 3T (Terdepan, Tertinggal, dan Terluar). Hal ini ditegaskan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif saat membuka webinar bertajuk "Implementation of Smart Grid", Jumat (26/2).
"Teknologi Smart Grid tidak terbatas hanya pada Teknologi Informasi dan Komunikasi saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk otomasi sistem kelistrikan yang efisien di daerah 3T dengan memanfaatkan energi terbarukan setempat melalui konsep Smart Micro Grid," kata Arifin lewat keterangan tertulis, Jum'at (26/2).
Teknologi Smart Grid, sambung Arifin, dinilai dapat meningkatkan partisipasi konsumen listrik dalam sistem ketenagalistrikan dengan pemasangan Smart Meter yang menggunakan konsep komunikasi dua arah. Konsumen akan berubah menjadi prosumer atau konsumen yang bisa memproduksi listrik mereka sendiri, baik menggunakan Solar Home System atau Mikrohidro.
Melalui pembangunan teknologi ini, Arifin berharap mampu meningkatkan rasio elektrifikasi nasional yang sudah menyentuh angka 99,20% di akhir tahun 2020. Capaian ini jauh meningkat dibanding tahun 2000 yang hanya sebesar 53%. Di antara kebijakan yang ditempuh Pemerintah di antaranya dengan perluasan jaringan di wilayah yang sudah on-grid untuk peningkatan keandalan dan efisiensi.
Sementara khusus daerah 3T, Pemerintah melakukan pendekatan off-grid untuk memperluas akses tenaga listrik di antaranya dengan Solar PV, tabung listrik (Talis), dan lainnya Menurut Arifin, Topografi Indonesia bukan dianggap sebagai hambatan bagi Pemerintah dalam menyediakan akses listrik ke masyarakat. "Beberapa strategi dalam penyediaan listrik dilakukan secara on grid maupun offgrid," ungkapnya.
Baca Juga: Pengembang Listrik Swasta (IPP) sambut program co-firing biomassa di PLTU batubara
Untuk itu, peran Pemerintah Daerah juga dinilai penting dalam pengembangan Smart Grid untuk meningkatkan RE di daerah masing-masing. Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang ESDM sebagai turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Salah satu amanat di PP tersebut adalah Pemerintah Daerah menyediakan anggaran/dana untuk masyarakat kurang mampu dan dapat menggunakan dana tersebut untuk membangun teknologi Smart Grid untuk mempercepat capaian rasio elektrifikasi di wilayah masing-masing," ungkap Arifin.
Dia pun mengapresiasi upaya PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang melakukan modernisasi infrastruktur ketenagalistrikan melalui digitalisasi dengan penerapan Advanced Metering Infrastructure (AMI) di Jakarta dan penerapan Digital Substation di proyek Sepatan II.
Pengembangan Smart Grid juga telah dilakukan melalui Remote Engineering, Monitoring, Diagnostic & Optimization Center (REMDOC) dan Reliability Efficiency Optimization Center (REOC).
Pada kesempatan yang sama, Director Energy Market and Security International Energy Agency (IEA) Keisuke Sadamori melihat langkah penting dalam kolaborasi dengan Indonesia yang semakin meningkat. Apalagi, Smart Grid bisa berperan dalam menjawab tantangan elektrifikasi di Indonesia.
"Tidak ada solusi tunggal untuk bisa menyediakan akses terhadap listrik yang bersih, aman, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia. Butuh kerja sama antara pemerintah, BUMN, dan swasta untuk mengerahkan berbagai solusi yang dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi sistem dalam skala besar serta kualitas listrik di skala kecil atau sistem di daerah terpencil," ujar Keisuke.
Selanjutnya: Adaro Power sedang melakukan uji coba cofiring biomassa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News