Reporter: Ferrika Sari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus dugaan korupsi dana serta investasi Asabri masih terus berjalan. Kali ini penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa enam orang saksi yang merupakan direktur utama dari sejumlah perusahaan sekuritas.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut, pemeriksaan bos sekuritas tersebut untuk mendalami transaksi broker pada investasi milik Asabri.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada Asabri," kata Eben dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (22/6).
Dari enam saksi yang diperiksa, di antaranya adalah HL selaku selaku Direktur Utama PT Pasific 2000 Sekuritas, T selaku Direktur Utama PT Equity Sekuritas Indonesia, dan LPH selaku Direktur Utama Universal Broker Sekuritas.
Baca Juga: Masih terima iuran, Asabri dinilai belum butuh suntikan dana
Selain itu, ada MAS yang merupakan Direktur Utama PT Mahakarya Artha Sekuritas, OB selaku Direktur Utama PT Kresna Sekuritas. Terakhir, MR sebagai Direktur Utama PT Bina Artha Sekuritas.
Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi pada kasus Asabri cukup menyita perhatian setelah kasus Jiwasraya. Tak main-main, kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 22,78 triliun, atau lebih tinggi dari korupsi Jiwasraya Rp 16,8 triliun.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, kerugian Asabri lebih besar karena para tersangka melakukan korupsi lebih besar. Apalagi, ada dua tersangka yang juga terlibat pada kasus Jiwasraya maupun Asabri.
"Memang ada sindikat, waktu di Jiwasraya mereka belum matang betul. Begitu Asabri, dia lebih jagoan jadi lebih banyak dapatnya," kata Agung.
Selain itu, kerugian negara tersebut juga timbul akibat penyimpangan atau perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan keuangan dan investasi Asabri pada tahun 2012 sampai dengan 2019.
"Kami menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang - undangan yang dilakukan oleh pihak - pihak terkait dalam pengelolaan investasi saham dan reksadana di Asabri," katanya.
Baca Juga: Asabri dan BPJS Ketenagakerjaan siap investasi di proyek infrastruktur pemerintah
Penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara karena pengelolaan saham dan reksadana tidak sesuai ketentuan. Bahkan, kerugian tersebut belum bisa tertutupi sampai hari ini.
BPK telah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan investigatif tentang penghitungan kerugian negara tersebut pada 27 Mei 2021. Hal ini sebagai bentuk dukungan lembaga terhadap pemberantasan korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk menindaklanjuti permintaan penghitungan kerugian negara yang disampaikan Kejagung kepada BPK pada 15 Januari 2021 lalu.
“BPK mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Agung, OJK, Bursa Efek Indonesia, dan Industri Keuangan serta pihak-pihak lain yang telah membantu BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan ini,” pungkasnya.
Selanjutnya: Wah, BPK menyebut, 443 pemda masuk kategori belum mandiri secara fiskal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News