kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kata ICRES Soal Harga Listrik Energi Bersih Cenderung Lebih Mahal


Selasa, 15 November 2022 / 06:05 WIB
Kata ICRES Soal Harga Listrik Energi Bersih Cenderung Lebih Mahal

Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesian Center for Renewable Energy Studies (ICRES) menjelaskan, masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pengembangan energi terbarukan. Salah satu persoalan utamanya ialah harga listrik hijau yang cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan listrik dari energi fosil, misalnya saja batubara.

Chairman Indonesian Center for Renewable Energy Studies (ICRES) Surya Darma menjelaskan, Indonesia masih mewariskan paradigma yang keliru terhadap harga listrik yang berasal dari PLTU. Seolah-olah harga listrik dari batubara lebih murah.

Padahal di dalam harga listrik PLTU sudah ada unsur subsidi secara tidak langsung melalui program Domestic Market Obligation (DMO). Di dalam kebijakan tersebut, batubara dijual dengan harga tertentu untuk PT PLN maksimum US$ 70 per ton. Padahal harga batubara yang diekspor saat ini sudah menembus US$ 300 per ton.

Baca Juga: Melirik Teknologi SCR Untuk Kurangi Emisi dan Polusi dari PLTU

Menurut Surya, hal ini adalah perlakuan yang tidak adil bagi listrik energi terbarukan. Maka itu, di dalam COP27 membahas tentang Just Energy Transition (JET) dengan mandatori pemenisunan pembangkit batubara bagi berbagai negara di dunia.

“Namun, persoalannya adalah just transition ini akan berdampak pada kemampuan pendanaan negara dari tiap negara. Oleh karena itu, maka keterlibatan pihak swasta akan punya peranan penting agar bisa terwujud,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (14/11).

Dalam konteks inilah, Surya menyampaikan, kelompok energi terbarukan mendorong peran swasta dalam program Net Zero Emission. Termasuk menyiapkan calon penanggung jawab untuk energi terbarukan terutama dalam hal pendanaan.

Menurutnya, untuk merealisasikan proyek energi terbarukan pihak perbankan dan institusi finansial lainnya akan memegang peranan penting.

Selain dari segi pendanaan, salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan energi terbarukan ialah sulitnya rantai pasok.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan US$ 500 Juta untuk Pensiunkan 2 GW PLTU dengan Skema ETM

“Sulitnya rantai pasok membuat harga sejumlah komponen naik dan berimbas pada harga listrik yang lebih tinggi dan merupakan konsekuensi dari ketidaksiapan Indonesia membangun rantai pasok,” ujarnya.

Menurut Surya saat ini proses hilirisasi tidak berjalan dengan tepat dan tidak diantisipasi arah penggunaan energi masa depan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×