kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata Ekonom Terkait Alokasi Anggaran PEN pada Tahun 2022


Jumat, 31 Desember 2021 / 06:50 WIB
Kata Ekonom Terkait Alokasi Anggaran PEN pada Tahun 2022

Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah akan melanjutkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2022 dengan anggaran sebesar Rp 414 triliun.

Anggaran yang lebih kecil dari total PEN 2021 itu akan dialokasikan ke kluster kesehatan Rp 117 triliun; perlindungan masyarakat Rp 154 triliun; dan penguatan pemulihan ekonomi Rp 141 triliun.

Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, anggaran PEN 2022 masih terlalu kecil jika melihat tantangan di 2022 semakin kompleks.

Ia mencontohkan anggaran perlindungan sosial yang idealnya sebesar Rp 200 triliun sampai Rp 300 triliun, karena ancaman inflasi yang  menggerus daya beli kelompok yang rentan.

Baca Juga: Anggaran PEN pada 2022 Lebih Kecil, Ini Tanggapan Ekonom CORE

“Kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, kenaikan tarif listrik, gas LPG, dan BBM juga kenaikan tarif pajak PPN perlu diantisipasi dengan bantuan sosial yang lebih besar lagi. Selain persoalan alokasi yang mendesak diperbaiki adalah mekanisme pencairan dana PEN,” ungkap Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (30/12).

Bhima menghimbau, jangan sampai ada lagi persoalan data yang belum terintegrasi atau butuh verifikasi yang lama sehingga anggaran realisasinya lambat. Selain itu, Ia mengusulkan, ke depan bentuk stimulus yang lebih spesifik membantu sektor usaha yang pemulihannya lambat.

Contohnya saja untuk sektor pariwisata yang harus ada stimulus khusus dan spesifik. Seperti untuk hotel bintang 3 ke bawah, apakah akan diberikan keringanan biaya listrik, air, atau pajak.

Baca Juga: Insentif PPN DTP Rumah Diperpanjang, Namun Besarannya Dikurangi

“Kemudian untuk transportasi juga sama, yang paling terpukul transportasi udara harus ada insentifnya sehingga tetap bisa beroperasi,” kata Bhima.

Padahal menurutnya, terdapat sektor yang sebenarnya sudah tidak perlu insentif, tapi ada sektor yang masih butuh stimulus. Kedepannya, semakin spesifik stimulusnya, pengawasan akan jauh lebih mudah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×