Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dendi Siswanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu mengenai rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah semakin santer terdengar. Berdasarkan kabar yang beredar, pemerintah bakal menaikkan harga BBM jenis Pertalite menjadi Rp 10.000 dari sebelumnya Rp 7.650 per liter.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara. Melansir situs setkab.go.id, Jokowi menegaskan bahwa dirinya telah memerintahkan jajarannya untuk menghitung secara detail sebelum mengambil keputusan menaikkan harga Pertalite.
“Semuanya saya suruh hitung betul, hitung betul sebelum diputuskan,” tegas Presiden dalam keterangannya usai meninjau progres renovasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), di Jakarta, Selasa (23/08/2022).
Menurut Presiden, kenaikan harga Pertalite akan memberikan pengaruh besar terhadap hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, ia meminta jajarannya untuk berhati-hati terhadap dampak yang akan timbul dari kenaikan harga Pertalite.
“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, jadi semuanya harus diputuskan secara hati-hati, dikalkulasi dampaknya, jangan sampai dampaknya menurunkan daya beli rakyat, menurunkan konsumsi rumah tangga,” tutur Presiden.
Baca Juga: Pengamat UI Harapkan Kenaikan BBM Bersubsidi Tak Lebih dari 5%
Selain daya beli dan konsumsi masyarakat, Presiden juga mengingatkan jajarannya terhadap kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai dampak yang akan timbul dari kenaikan harga Pertalite.
“Kemudian juga nanti yang harus dihitung juga menaikkan inflasi yang tinggi, kemudian bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.
Dampak kenaikan harga Pertalite
Mengutip Kontan.co.id, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sepakat dengan pernyataan Jokowi. Dia mengatakan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis subsidi terutama pertalite harus benar-benar dicermati dengan baik oleh pemerintah.
"Apa kondisi masyarakat miskin saat ini siap hadapi kenaikan harga BBM, setelah inflasi bahan pangan (volatile food) hampir sentuh 11% secara tahunan per Juli 2022," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (23/8).
Ia menyebut, masyarakat kelas menengah rentan juga akan terdampak dari kenaikan harga BBM tersebut.
Menurutnya, mungkin sebelumnya masyarakat kelas menengah rentan akan kuat membeli pertamax, tetapi sekarang mereka migrasi ke pertalite.
Baca Juga: Harga BBM Tidak Naik, Sri Mulyani: Anggaran Subsidi Bengkak Hingga Rp 700 Triliun
Dan jika apabila harga pertalite juga ikut naik maka kelas menengah juga akan mengorbankan belanja lain.
"Yang tadinya bisa belanja baju, mau beli rumah lewat KPR, hingga sisihkan uang untuk memulai usaha baru akhirnya tergerus untuk beli bensin," katanya.
Sehingga imbasnya, Bhima menyebut, permintaan industri manufaktur bisa terpukul dan pada akhirnya penyerapan tenaga kerja bisa terganggu. Alhasil target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa buyar.
Selain itu, jika inflasi menembus angka yang terlalu tinggi dan serapan tenaga kerja terganggu, Indonesia bisa menyusul negara lain yang bisa masuk fase stagflasi. Imbasnya, tiga hingga lima tahun pemulihan ekonomi bisa terganggu akibat daya beli masyarakat yang juga bisa menurun tajam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News