kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Investasi obligasi 2021, diversifikasi ke obligasi korporasi untuk mengejar yield


Rabu, 30 Desember 2020 / 07:15 WIB
Investasi obligasi 2021, diversifikasi ke obligasi korporasi untuk mengejar yield

Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Obligasi menjadi salah satu instrumen investasi dengan kinerja ciamik tahun ini. Kinerja obligasi negara yang tercermin dari INDOBEX Government Total Return tercatat naik 14,74% secara year to date (ytd).

Kinerja obligasi korporasi yang tercermin dari INDOBEX Corporate Total Return tercatat tumbuh 10,98% secara ytd. Kinerja obligasi ini jauh lebih baik ketimbang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih turun lebih dari 4% sejak awal tahun hingga kemarin.

Head Fixed Income Trimegah Asset Management Darma Yudha mengungkapkan, tren positif instrumen obligasi masih akan kembali berlanjut pada tahun depan. Yudha menilai, yield obligasi Indonesia yang masih lebih tinggi dibanding peers akan menjadi daya tarik utama bagi investor, khususnya investor asing.

“Paling baru, Amerika Serikat (AS) sudah menyetujui stimulus senilai US$ 2,3 triliun yang akan membuat likuiditas semakin berlimpah. Dengan yield di negara maju yang cenderung rendah, maka investor asing akan mengalihkan dananya ke emerging markets, termasuk Indonesia. Tentu ini menjadi angin segar bagi obligasi Indonesia yang saat ini kepemilikan asing masih di bawah 30%,” kata Yudha kepada Kontan.co.id, Selasa (29/12).

Yudha optimistis Indonesia akan menjadi tujuan investor asing bukan karena yield yang lebih unggul dibanding peers semata. Ia menilai, dari sisi fundamental, Indonesia saat ini dinilai cukup baik. Mulai dari kemampuan mengelola kebijakan fiskal, stabilitas nilai tukar, adanya dana PEN, hingga anggaran defisit yang tidak selebar negara lain.

Baca Juga: Wall Street kembali mencetak rekor tertinggi mendekati tutup tahun 2020

Belum lagi, Yudha melihat ada kemungkinan dolar AS yang masih melemah akan membuat rupiah bergerak menguat. Dia bilang, secara historis, penguatan rupiah akan memancing aliran dana ke obligasi dikarenakan investor asing akan memanfaatkan peluang tersebut untuk mendapatkan forex gain alias keuntungan dari selisih nilai tukar. 

Tak hanya obligasi negara, prospek obligasi korporasi diperkirakan juga akan lebih menarik pada tahun depan karena kupon yang ditawarkan lebih tinggi. Hanya saja, Yudha mengingatkan, pemulihan ekonomi akibat Covid-19 masih perlu waktu, sehingga investor harus tetap selektif dalam memilih underlying asset. Bagaimanapun, acanaman default masih cukup tinggi.

Walaupun punya prospek yang menarik, Yudha tak menampik masih ada sentimen negatif yang membayangi pasar obligasi Indonesia. Mulai dari ancaman adanya mutasi virus Covid-19 yang disebut lebih mudah menyebar, hingga efektivitas program vaksinasi di Indonesia. Jika sampai, vaksinasi mengalami hambatan, maka pemulihan ekonomi dapat berjalan lebih lambat dari perkiraan.

“Jadi, strategi diversifikasi untuk obligasi masih sangat penting. Sebesar 70%-75% bisa ditempatkan pada obligasi negara karena aset ini bisa dibilang bebas risiko. Adapun, durasi 10-20 tahun bisa jadi pilihan yang paling ideal. Hal ini karena semakin panjang durasi, maka apresiasi harganya juga akan semakin tinggi,” tambah Yudha.

Baca Juga: Ekonom proyeksikan investasi portolio tahun depan akan lebih baik

Lebih lanjut, Yudha menerangkan, sisanya bisa ditempatkan pada obligasi korporasi untuk mengejar return yang lebih tinggi dibanding obligasi negara. Dengan syarat, penerbit obligasi korporasi merupakan perusahaan dengan sokongan grup besar yang kuat dan berasal dari sektor yang cenderung minim terdampak Covid-19. Kedua hal tersebut menjadi penting karena berpengaruh terhadap cash flow, proses funding maupun refinancing perusahaan ke depannya.

Sektor yang jadi pilihan Yudha adalah sektor consumer goods dan telekomunikasi yang dinilai tidak terkena dampak Covid-19 sebesar sektor lainnya. Adapun, untuk rating, ia merekomendasikan obligasi korporasi dengan rating minimal AA.

“Walaupun kemampuan bayar perusahaan relatif membaik pada tahun depan, sebaiknya obligasi korporasi non-investment grade dihindari. Pemulihan ekonomi dan vaksinasi masih perlu waktu, jadi risiko masih besar. Lagipula, masih banyak kelas aset lain yang lebih menarik baik dari segi risk maupun return,” tutur Yudha.

Pada tahun depan, Yudha memperkirakan kupon obligasi korporasi yang punya rating AA dengan tenor tiga tahun akan berada di kisaran 7,25%-8,00%. Sementara untuk yield obligasi negara seri acuan 10 tahun, Yudha memperkirakan akan ada di kisaran 5,5%-5,75%

Baca Juga: Kebijakan moneter longgar memompa likuiditas dan mengangkat obligasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×