kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi baru industri TPT terganjal karena jaminan pasar domestik kurang


Rabu, 21 April 2021 / 10:25 WIB
Investasi baru industri TPT terganjal karena jaminan pasar domestik kurang

Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) mengungkapkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal membutuhkan investasi segar. Namun, saat ini investasi yang dibutuhkan justru terganjal aturan perdagangan yang berpihak pada produk impor. 

"Jika menimbang pertumbuhan industri TPT, penyerapan tenaga kerja dan devisa, investasi baik asing maupun domestik sangat dibutuhkan, mengingat minimnya investasi dalam 5 tahun terakhir," jelas Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wiraswasta  kepada Kontan.co.id, Selasa (20/4).

Redma mengungkapkan, jika melihat dari segi kapasitasnya,  investasi baru diperlukan untuk sektor finishing kain dan pembuatan kain, terlebih jika pasar mulai normal.  

Baca Juga: Prima Karya ajukan permohonan PKPU Sritex dan tiga anak usahanya di PN Semarang

Memang sejauh ini untuk substitusi impor, industri TPT masih bisa menggunakan kapasitas produksi yang ada. Namun, menurut data evaluasi dari Apsyfi berdasarkan kapasitas dan umur mesin yang ada, untuk mengejar pertumbuhan konsumsi industri TPT, sektor kain perlu meningkatkan kapasitas finishing dan meremajakan mesin pembuatan kain sekitar satu juta ton dengan total investasi US$ 600 juta. Sedangkan untuk pembuatan benang dan serat sebesar 500 ribu ton atau membutuhkan investasi sekitar US$  400 juta di tahun 2022.

Kendati investasi segar sangat dibutuhkan industri lokal, gairah investasi ini masih terkendala oleh komitmen pemerintah dalam memberikan jaminan pasar domestik. Redma berpendapat target substitusi impor yang dicanangkan Kementerian Perindustrian saja belum bisa didukung sepenuhnya oleh Kementerian Perdagangan.

"Jadi memang kebijakan perdagangan yang pro impor selama ini menjegal investasi," tegasnya. 

Redma menjelaskan, hambatan besar yang terjadi saat ini adalah pasar domestik masih dipenuhi barang impor yang dijual secara online.  Industri Kecil Menengah (IKM) terutama  IKM garment (konveksi) sangat tertekan karena  mereka langsung berhadapan barang impor online. "Kalau dilihat dari penjualan kami di hulu, maka di hilir per hari ini sudah berhenti produksi sekitar 20% dari posisi awal tahun," kata Redma. 

Maka dari itu, Redma mengakui tahun ini Apsyfi agak pesimistis dengan prospek bisnis TPT di lokal karena industri memerlukan komitmen pemerintah untuk jaminan pasar domestik. Tentu jaminan pasar merupakan hal penting bagi investasi.

Selanjutnya: Indeks manufaktur naik, utilisasi produksi TPT malah turun di kuartal I 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×