Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan kebijakan pemerintah yang memberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kemungkinan akan mampu meningkatkan penjualan mobil di segmen yang mendapat keringanan pajak.
Meski demikian, peningkatan penjualan mobil tersebut akan diiringi penurunan penjualan mobil di segmen lainnya yang tidak mendapat PPnBM ditanggung pemerintah (DTP). Ini lantaran konsumen akan beralih membeli mobil yang mendapat insentif pajak. Dampak penurunan penjualan juga kemungkinan akan terjadi di pasar mobil bekas.
Beleid baru pemerintah tersebut tertuang di Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.010/2021. Tanggal terbitnya adalah 25 Februari 2021. Periode berlakunya mulai 26 Februari 2021 hingga akhir tahun anggaran 2021. Tepatnya untuk massa pajak Maret hingga Desember 2021.
Prianto mengungkapkan, penjualan mobil akan meningkat di dua kelompok kendaraan bermotor yang memperoleh insentif PPnBM DTP. Pertama, sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel). Kedua, mobil angkutan kurang dari 10 orang, selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan sistem satu gardan penggerak (4x2).
Ada syarat lainnya agar dapat peroleh insentif PPnBM DTP. Pertama, kedua kategori kendaraan bermotor di atas harus memiliki kapasitas isi silinder 1.500 cc atau kurang. Kedua, kandungan bahan lokalnya (local content) paling sedikit 70% sesuai keputusan Menteri Perindustrian. Menurut Prianto, ada belasan merek mobil dari beberapa produsen otomotif yang berhak mendapat keringanan pajak ini.
"Mereka inilah yang penjualannya akan terkerek oleh insentif tersebut," kata Prianto dalam keterangan resminya yang diterima Kontan.co.id, Minggu (28/2).
Prianto menambahkan riset dari beberapa literatur menunjukkan, mobil menjadi salah satu barang yang permintaannya termasuk elastis terhadap harga. Makin elastis suatu barang, perubahan harga akan semakin berpengaruh terhadap permintaan. Artinya, penurunan harga akibat keringanan PPnBM kemungkinan akan mendongkrak permintaan mobil di kedua segmen itu.
Problemnya, peningkatan penjualan mobil di kedua segmen tersebut kemungkinan akan diiringi oleh penurunan penjualan mobil di segmen yang berdekatan dan yang tidak mendapat keringanan PPnBM.
Baca Juga: Apakah sepeda masuk dalam objek pajak? Ini kata pengamat
Ini karena konsumen kemungkinan akan mengalihkan rencana pembelian mobilnya ke segmen mobil yang mendapat insentif pajak, yang harganya akan menjadi lebih menarik. "Ini yang disebut sebagai efek substitusi," ujar Prianto.
Kata dia teori permintaan mendalilkan, kenaikan atau penurunan harga suatu barang akan mendorong perubahan perilaku konsumen dengan mengalihkan konsumsi ke barang lain yang harganya lebih murah dan bisa menjadi pengganti atau substitusi dari barang yang lebih mahal. Dengan pasar otomotif yang menawarkan varian mobil dari beragam mobil, efek subtitusi akan relatif mudah tercipta.
Hal yang sama juga dapat terjadi di pasar mobil bekas. Menurut Prianto, insentif PPnBM dikhawatirkan akan menekan penjualan mobil seken, bukan hanya di segmen yang mendapat Insentif PPnBM, tetapi juga di segmen lainnya yang dekat. Pasalnya, alih-alih membeli mobil seken, konsumen punya pilihan membeli mobil baru dengan harga yang terdiskon.
Penjual mobil bekas juga tidak bisa serta merta menurunkan harga jual mobilnya untuk menyesuaikan struktur harga baru yang tercipta dari insentif PPnBM. Alasannya, mereka membeli mobil bekas masih dengan struktur harga yang lama. Jika harga jual diturunkan, ini bisa menekan marjin penjualan mereka.
Penjualan mobil bekas yang tertekan akan semakin terasa menjelang Lebaran. Ini adalah momen ketika biasanya penjualan mobil bekas akan terkerak karena permintaan meningkat. Repotnya, tiga periode insentif dan tiga kelompok insentif PPnBM yang diberikan justru paling besar ada pada Masa Pajak Maret–Mei 2021. Di periode tersebut, pemerintah akan menanggung 100% PPnBM yang terutang. "Itu justru terjadi pada momen saat penjual mobil bekas mengharapkan kenaikan permintaan," ujar Prianto.
Karena itu, Prianto menilai, dampak multiplier positif yang diharapkan dari kebijakan PPnBM mobil ditanggung pemerintah ini bisa jadi akan minimal. Penyebabnya adalah karena efek positif dari kenaikan penjualan mobil di segmen yang peroleh insentif PPnBM akan terkompensasi oleh dampak negatif dari penurunan penjualan mobil di segmen kendaraan baru lainnya yang tidak ada insentif PPnBM dan di segmen mobil bekas.
Selanjutnya: Aktivitas ekonomi mulai pulih, setoran PPN bakal genjot penerimaan negara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News