Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
Efek Samping Vaksin AstraZeneca- Jakarta. Kementerian Kesehatan (Kemkes) ikut bersuara terkait polemik efek samping vaksin Covid-19 dari AstraZeneca. Maklum saja, Indonesia menggunakan banyak vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Dilansir dari BBC, produsen vaksin virus Covid-19, AstraZeneca, untuk pertama kalinya mengakui bahwa vaksin diproduksi secara umum dapat menyebabkan efek samping yang sangat langka. Meski demikian, efek samping vaksin AstraZeneca ini berbahaya karena bisa menyebabkan kematian.
Efek samping vaksin AstraZeneca terkuak dalam dokumen yang diserahkan perusahaan itu ke pengadilan tinggi Inggris. Pengadilan menyidangkan gugatan class action atas efek samping vaksin AstraZeneca.
Dalam dokumen itu, AstraZeneca menyebut bahwa vaksin Covid-nya “dapat menyebabkan TTS dalam kasus yang langka”. TTS adalah singkatan dari Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome, yang juga disebut sebagai VITT (Vaccine Immune Thrombosis with Thrombocytopenia) yang terjadi setelah vaksinasi.
TTS/VITT adalah sindrom langka yang ditandai dengan terjadinya trombosis (pembekuan darah) dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Orang yang mengalami TTS/VITT berpotensi mengalami stroke, kerusakan otak, serangan jantung, emboli paru, dan amputasi
Pembekuan darah juga dapat terjadi pada orang-orang yang tidak divaksinasi. Akan tetapi, sindrom langka TTS/VITT hanya terjadi pada trombosis setelah vaksinasi.
Baca Juga: Efek Samping Vaksin AstraZeneca Bikin Trombosit Drop, Cek Cara Menaikkan Trombosit
Penjelasan resmi Kemkes
Dilansir dari website resmi Kemkes, Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau TTS setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia.
Hal ini berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komnas KIPI. “Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulai uji klinis tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar” kata Prof Hinky.
Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kemenkes dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin COVID-19 termasuk TTS. Survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.
“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” jelas Prof Hinky.
“Jadi, kami melaporkan pada waktu itu tidak ada kasus TTS terkait vaksin COVID-19,” lanjut Prof Hinky.
Indonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19. Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.
Setelah surveilans aktif selesai, Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif hingga hari ini. Berdasarkan laporan yang masuk, tidak ditemukan laporan kasus TTS.
TTS adalah penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.
“Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bila ditemukan penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikkan. Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin COVID-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadianya,” jelas Prof Hinky.
“Namanya trombosis, pembuluh darah membeku. Kalau terjadi di otak muncul gejala pusing, di saluran cerna mual, di kaki pegel. Kalau jumlah trombositnya menurun, ada perdarahan, biru biru di tempat suntikan, ya, itu terjadi, tapi 4-42 hari setelah vaksin. Kalau sekarang terjadi, ya, kemungkinan besar terjadi karena penyebab lain, bukan karena vaksin,” kata Prof Hinky.
Masyarakat juga masih bisa melaporkan kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat. “Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” jelasnya.
Itulah penjelasan resmi Kemkes terkait efek samping vaksin AstraZeneca. Hubungi puskesmas terdekat jika Anda mengalai efek samping vaksin Covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News