kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Skenario Antisipasi, Jika Pemerintah Kalah Sidang di WTO soal Nikel


Senin, 12 September 2022 / 05:06 WIB
Ini Skenario Antisipasi, Jika Pemerintah Kalah Sidang di WTO soal Nikel
ILUSTRASI. Aktifitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Indonesia, Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (12/8/2022). Ini Skenario Antisipasi, Jika Pemerintah Kalah Sidang di WTO soal Nikel. KONTAN/Fransiskus Simbolon

Reporter: Bidara Pink | Editor: Hasbi Maulana

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, ada kemungkinan Indonesia kalah atas gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Gugatan tersebut muncul atas keputusan pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel mentah per awal tahun 2020. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan, kemungkinan kekalahan ini tetap merugikan Indonesia.

Kerugian bisa berdampak dalam dalam jangka pendek berkaitan uang kocek yang harus dirogoh oleh pemerintah untuk membayar sanksi.

Kerugian juga bisa berlangsung secara jangka panjang, berkaitan dengan potensi investasi. 

Plus, Bhima juga mengingatkan, implementasi hasil guguatan WTO ini akan berkorelasi dengan dibukanya kembali keran ekspor bijih nikel Indonesia ke Uni Eropa. 

Baca Juga: Bila Gugatan Soal Nikel Kalah, Ekonom: Bisa Jadi Karena Kesalahan dari Dalam Negeri

Untuk mengurangi risiko tersebut, Bhima menawarkan hal yang bisa dilakukan pemerintah.

Pertama, meningkatkan porsi investor domestik khususnya badan usaha milik negara (BUMN) dalam menyerap bijih nikel untuk hilirisasi.

Dengan demikian cadangan bijih nikel yang tersedia untuk ekspor makin menipis. 

"Tujuannya, meski Indonesia kalah di WTO, ketersediaan bijih nikel terbatas dan memacu pelaku usaha di Eropa untuk melakukan relokasi hilirisasi ke Indonesia, misalnya lewat kerja sama dengan BUMN," jelas Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (11/9). 

Kedua, Indonesia bisa memberi insentif menarik bagi calon investor yang ingin merealisasikan investasi di ekosistem kendaraan listrik.

Gugatan di WTO ini berpotensi mempengaruhi ekosistem industri kendaraan listrik progresnya bisa mundur ke belakang.

Bisa saja para investor kendaraan elektrik mundur dan mencari produsen bahan hilirisasi nikel yang sudah siap. 

Baca Juga: Hadapi Gugatan di WTO, Ini yang Harus Dicermati Pemerintah

Dengan gula-gula insentif, Bhima berharap tidak ada calon investor yang sampai melakukan pembatalan realisasi investasi. 

Ketiga, meningkatkan bea keluar bijih nikel secara signifikan, misalnya hingga 40%.

Dengan begitu, meski diperbolehkan mengekspor bijih nikel, tetapi harga yang diterima calon pembeli di pasar ekspor bisa sangat mahal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×