Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional (IMF) akan kembali merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi global 2022.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, IMF akan merevisi pertumbuhan ekonomi global pada dua minggu ke depan. Sayangnya, dirinya tak menyebut berapa perkiraan ekonomi global terbaru dari IMF.
Georgieva juga menyebut, sebenarnya IMF ini sudah pernah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022 pada awal tahun ini. adapun, perkiraan pertumbuhan global 2022 terakhir dari lembaga tersebut adalah 3,6% yoy, atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 4,4% yoy.
“Ada skenario buruk terkait pertumbuhan ekonomi global dan ini jadi perhatian kami. Dari awal tahun 2022 kami sudah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global, maka dua minggu lagi kami akan menurunkan kembali perkiraan pertumbuhan global karena ada risiko,” tutur Georgieva kepada awak media di Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (17/7).
Baca Juga: IMF Minta Bank Sentral Naikkan Suku Bunga Acuan, Begini Respons BI
Georgieva kemudian memaparkan beberapa risiko yang memaksa IMF kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Pertama, disrupsi rantai pasok global karena kebijakan pengetatan di sejumlah negara akibat Covid-19. Sebut saja negara China yang melakukan pengetatan kembali seiring peningkatan kasus harian Covid-19. Ini kemudian akan menambah masalah disrupsi rantai pasok global dan menaikkan inflasi.
Kedua, perang di Ukraina yang kemudian membawa tekanan pada harga komoditas baik pangan maupun energi. Di satu sisi Georgieva mengaku ini membawa dampak positif terhadap perekonomian Indonesia dari sisi ekspor dan pendapatan, tetapi Indonesia tak bisa mengelak dari dampak inflasi maupun pembengkakan belanja negara.
Ketiga, karena inflasi yang meningkat, maka bank-bank sentral negara di dunia harus menaikkan suku bunga acuannya. Ini kemudian akan menghambat pemulihan ekonomi yang sudah makin nyata setelah pandemi Covid-19.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia pada Mei 2022 Turun Sebesar US$ 3,8 Miliar
Apalagi bagi negara-negara yang memiliki utang luar negeri yang tinggi, terutama yang berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS). Ini berpotensi memunculkan gagal bayar di negara-negara tersebut.
Selain itu, peningkatan suku bunga acuan bank-bank sentral global juga memicu hengkangnya arus modal asing dari pasar keuangan negara berkembang. Tentu, ini juga membawa gonjang-ganjing bagi nilai tukar negara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News