Reporter: Vina Elvira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis avtur di Indonesia saat ini tidak diramaikan oleh pelaku usaha swasta. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov menyatakan persaingan bisnis avtur sangat tergantung dengan regulasi yang ada.
Sebenarnya, dari sisi regulasi, badan usaha manapun diberikan kesempatan untuk bisa memasok avtur di bandara-bandara di Indonesia.
Namun, dalam pelaksanaannya, badan usaha baru yang mau masuk ke bisnis avtur tidak bisa hanya membuka fasilitas pengisian atau Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) di bandara-bandara besar saja. Abra menyebut, kesetaraan dalam persaingan ini tentu harus mengikuti regulasi.
“Artinya memang para investor di bisnis avtur ini harus mau merogoh kocek investasi dalam untuk membangun depo avtur di berbagai bandara lain di luar Pulau Jawa karena pasti akan sangat berbeda dari sisi cost structure juga,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (23/1).
Baca Juga: BPH Migas: Penjualan Avtur Terbuka bagi Badan Usaha Niaga Migas Asal Penuhi Ketentuan
Dalam catatan Kontan.co.id, Shell pernah menyemarakkan bisnis avtur di Indonesia. Namun pada September 2009, Shell Aviation tidak memasok avtur lagi.
Fenomena keluarnya Shell dari bisnis avtur ini dijelaskan Abra salah satunya karena faktor persaingan bisnis. Dalam konteks persaingan bisnis yang adil, perusahaan pemasok avtur harus memenuhi minimal jumlah bandara yang harus disiapkan dan dipasok. Hal ini tidak mudah bagi setiap badan usaha untuk mempertahankan bisnis avturnya.
“Bisa jadi, jika menjual di bandara besar dari sisi volume penjualan di atas target, tetapi bisa jadi bandara kecil dari sisi keekonomian dan aspek bisnis tidak memenuhi target. Jadi ada semacam subsidi silang di dalam bisnis avtur ini,” terangnya.
Di sisi lain, dalam mendorong persaingan bisnis avtur yang adil, Abra menyatakan setiap badan usaha juga semestinya wajib memenuhi stok minimum avtur untuk ketahanan energi nasional.
Dia menilai, dalam konteks persaingan, semakin semaraknya perusahaan swasta masuk ke bisnis avtur akan mendorong bisnis yang lebih sehat. Diharapkan pelaku usaha dapat menyediakan alternatif produk avtur yang lebih beragam dan mendorong harga menjadi lebih kompetitif.
Saat Kontan.co.id mencoba meminta tanggapan Shell terhadap prospek bisnis avtur di Indonesia, Deputy Country Chair Shell Indonesia, Susi Hutapea mengatakan pihaknya akan fokus mengembangkan bisnis pelumas dan SPBU terlebih dahulu di Tanah Air.
“Saat ini, kami masih berfokus untuk mengembangkan bisnis yang ada saat ini, termasuk bisnis pelumas dan SPBU,” ujarnya kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Sejatinya, selain PT Pertamina, perusahaan lain yang sudah menjajaki bisnis avtur ialah PT AKR Corporindo Tbk (AKRA). Pihaknya mendirikan perusahaan patungan untuk mendistribusikan bahan bakar pesawat terbang di bandara-bandara Indonesia.
Baca Juga: Industri Penerbangan Membaik, Pertamina Sebut Penjualan Avtur Meningkat Tahun Lalu
Pada bulan November 2016, AKRA mengumumkan penandatanganan usaha patungan dengan Air bp. Joint Venture tersebut membentuk perusahaan bernama PT Dirgantara Petroindo Raya (DPR).
Pada bulan Agustus 2019 PT Dirgantara Petroindo Raya secara resmi membuka Depo pertama Avtur (Depot Pengisian Pesawat Udara – DPPU) di bandara khusus IMIP, Morowali Sulawesi Tengah. Kemudian pada 2020, pihaknya menambah lokasi depo kedua yakni di salah satu helipad di Cibubur. Dengan ini, pada 2021 BP-AKR resmi memiliki dua depo avtur di Indonesia.
Perusahaan JV di bawah PT Dirgantara Petroindo Raya menjadi perusahaan swasta pertama yang menerima lisensi INU permanen untuk mendistribusikan avtur di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News