kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Penyebab Industri Pengalengan Ikan Tertekan


Kamis, 11 Agustus 2022 / 07:40 WIB
Ini Penyebab Industri Pengalengan Ikan Tertekan

Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri pengalengan ikan sedang dalam tekanan. Hal tersebut terjadi lantaran kelangkaan pasokan ikan sarden yang membuat harga ikan tersebut melonjak.

Ketua Umum Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) Hendri Sutandinata mengatakan, rata-rata kebutuhan ikan sarden secara nasional sekitar 235.000 ton per tahun. Dari situ, jumlah ikan sarden yang ter-utilisasi ada sekitar 150.000 ton.

Hanya memang, dalam 10 tahun terakhir tidak mudah untuk memperoleh pasokan ikan sarden. Hal ini akibat faktor alam seperti cuaca, perubahan iklim, hingga penurunan jumlah ikan sarden di lautan Indonesia.

Tahun ini pun masalah kelangkaan pasokan ikan sarden kembali dialami oleh para pelaku usaha. Apalagi, area tangkapan ikan sarden di Indonesia hanya terkonsentrasi di kawasan Selat Bali.

Ketika pasokan dalam negeri berkurang, mau tidak mau impor harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ikan sarden bagi pelaku industri pengalengan ikan. Biasanya, impor ikan sarden berasal dari China, India, dan Jepang.

Baca Juga: Kembangkan Food Estate, Pemerintah Gandeng Belanda, China dan Taipei

Sayangnya, saat ini kegiatan impor juga sulit dilakukan, mengingat negara-negara penghasil ikan sarden lainnya juga mengalami masalah serupa dengan Indonesia. Belum lagi, ada tantangan berupa kenaikan biaya logistik dan transportasi.

Hendri tidak menyebut komposisi ikan sarden yang diperoleh dari dalam negeri maupun impor dari luar negeri di tiap tahunnya. Namun, ia menyebut komposisinya bisa berubah-ubah di setiap tahun. “Kalau tahun ini, lebih banyak ikan yang diperoleh dari lokal sekitar 60%. Tapi jumlahnya menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Impor pun sekarang lagi sulit dilakukan,” kata dia, Rabu (10/8).

APIKI juga menyebut, para pengusaha pengalengan ikan biasanya diberi kuota impor ikan sarden yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan produksi per tahun. Proses impor tersebut diurus oleh pelaku usaha di Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Namun, Hendri mengaku proses impor ikan sarden tidaklah mudah dan cenderung membutuhkan waktu yang lama. “Jika kuota impor ternyata masih kurang dan butuh tambahan, ini akan mengganggu karena prosesnya panjang,” ungkap dia.

Akibat pasokan yang terbatas, harga ikan sarden di pasar-pasar mengalami kenaikan dari Rp 6.000 per kilogram (kg) menjadi kisaran Rp 12.000—Rp 13.000 per kg. Ikan sarden impor jelas akan lebih mahal lagi harganya karena ada biaya tambahan seperti pembekuan (frozen) dan biaya pengangkutan.

Lonjakan harga ikan sarden ini membuat harga produk-produk ikan kaleng yang dijual pengusaha pengalengan naik sekitar 10%-20%. Kenaikan harga ikan kaleng untuk konsumen akhir cenderung terbatas karena mempertimbangkan daya beli masyarakat yang saat ini belum stabil. “Margin sudah pasti berkurang,” imbuh Hendri.

Baca Juga: Kemendag Optimistis Transaksi Trade Expo Indonesia Tahun Ini Naik 65%

Dengan kondisi seperti ini, seluruh pelaku usaha pengalengan ikan mengurangi produksinya demi menyelamatkan kinerja keuangan. Belum ada kepastian sampai berapa lama masalah kelangkaan pasokan ikan sarden berlangsung.

“Harapannya ikan yang ada di Indonesia muncul lagi. Sebenarnya di Indonesia ada musim tangkapan ikan sarden juga. Kalau sedang masa terang bulan atau ada angin barat, biasanya sulit mencari ikan,” jelas dia.

Lantas, APIKI berharap pemerintah bisa membantu para pelaku usaha untuk melakukan eksplorasi potensi daerah-daerah yang memiliki jumlah iklan sarden yang besar. Ini mengingat daerah tangkapan ikan sarden terbatas hanya di Selat Bali. APIKI juga berharap pemerintah bisa memperbaiki tata niaga impor ikan sarden, sehingga proses impornya tidak lagi menyulitkan pelaku usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×