Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan aksi jual-beli listrik hijau antar negara menjadi perbincangan hangat setelah Singapura menyatakan minat mengimpor listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) dari Indonesia.
Dalam menjalankan penjualan listrik ke luar negeri ini menurut PT PLN ada sejumlah peluang yang bisa dimanfaatkan dan tantangan yang harus dihadapi Indonesia.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi menjelaskan ekspor listrik memiliki aturan-aturan khusus, salah satunya ekspor dibatasi 5 tahun dan pihak yang bisa melakukannya hanya satu utilitas listrik terintegrasi dalam hal ini PLN.
“Kabelnya itu terbatas, satu kabel mungkin hanya bisa 3 GW. Jadi kalau kita ingin 1.000 MW (listrik) sekian diserap artinya berapa kabel yang harus dibuat ke negara tetangga,” jelasnya belum lama ini.
Baca Juga: Potensi Energi Baru Terbarukan yang Tersimpan di Papua Lebih dari 300 GW
Sebagai informasi saja, melansir laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2013, beredar wacana pemerintah akan mengekspor listrik ke Malaysia sebesar 1.000 MW dari pembangkit mulut tambang 2x1.000 MW di Provinsi Riau yang diharapkan beroperasi pada 2018-2019.
Namun hingga kini, rencana ekspor listrik ke Malaysia belum terealisasi.
Adapun belakangan ini Pemerintah Indonesia juga berencana mengekspor listrik hijau ke Singapura.
Evy menjelaskan, saat ini sejumlah pihak, salah satunya Singapura berniat mengimpor energi bersih lebih banyak untuk memenuhi perdagangan karbon (carbon trading) atau jual beli kredit karbon.
“Sedangkan kita sendiri (Indonesia) masih punya target untuk memenuhi carbon trading internal kita,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan carbon trading tersebut, Singapura yang tidak punya solusi listrik hijau murah, akhirnya berniat mengimpor listrik dari Indonesia.
Evy menilai sumber energi hijau yang melimpah di Indonesia menjadi peluang tersendiri untuk bisa lebih kompetitif dari Singapura.
“Ini menjadi kesempatan untuk kita punya nilai lebih kompetitif dari Singapura. Amazon dan Microsoft siap-siap membeli dari Singapura karena dunia mempunyai target harus green. Tapi Singapura tidak punya solusi hijau itu,” terangnya.
Baca Juga: Pengembangan Super Grid Penting untuk EBT, Apa Itu?
Melihat energi hijau yang prospektif di Indonesia, Evy melihat ke depannya akan masuk banyak sekali bisnis data center ke Jakarta dan wilayah lainnya.
Adanya peluang tersebut, Evy menegaskan, ekspor listrik hijau memerlukan kebijakan yang sesuai untuk memfasilitasi kemandirian energi Tanah Air.
“Jadi lebih baik jual dalam negeri, ngapain ekspor?” tandas Evy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News