kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini Pandangan Indef Terkait Rencana Pengetatan Produk Impor di E-Commerce


Kamis, 16 Juni 2022 / 07:30 WIB
Ini Pandangan Indef Terkait Rencana Pengetatan Produk Impor di E-Commerce

Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana mengubah tata niaga e-commerce di Indonesia. Salah satunya adalah memperketat peredaran produk asing yang dijual oleh e-commerce asing yang ada di Indonesia.

Dalam berita sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyebut ada beberapa pokok pengaturan baru e-commerce. Pertama, pemerintah tidak ingin UMKM dalam negeri kalah saing dengan produk dari luar negeri. Kedua, pemerintah akan membatasi nilai produk luar negeri yang boleh dijual oleh e-commerce asing yang ada di Indonesia.

Ketiga, bagi produk di bawah US$ 100 yang belum diproduksi di Indonesia, maka tetap boleh dijual oleh e-commerce walau dengan syarat bahwa produk tersebut diimpor oleh importir umum di dalam negeri, bukan diimpor oleh e-commerce asing tersebut.

Baca Juga: Tanggapi Isu PHK Karyawan, Ini Pernyataan Resmi Shopee Indonesia

Keempat, pemerintah akan menetapkan syarat yang sama kepada pelaku usaha e-commerce asing dan lokal. Kelima, pemerintah akan mensyaratkan agar peritel online asing memiliki badan hukum di dalam negeri agar mereka tidak menjual langsung dari luar negeri.

Nailul Huda, Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef menilai, porsi impor produk secara langsung di platform e-commerce relatif kecil. Kebanyakan produk tersebut melalui proses impor seperti biasa, kemudian dijual atas nama penjual domestik. “Jadi sepertinya perubahan aturan ini tidak akan berpengaruh ke pendapatan dan persaingan e-commerce itu sendiri,” imbuh dia, Rabu (15/6).

Di samping itu, masyarakat Indonesia memiliki karakteristik sebagai konsumen yang berorientasi pada harga. Artinya, harga produk atau jasa masih jadi acuan utama bagi konsumen dalam negeri. Konsumen pun cenderung memilih produk yang lebih murah tanpa mengesampingkan kualitas, terlepas itu buatan impor atau lokal.

Baca Juga: Menkominfo Dorong Startup Digital Perhatikan Tiga Aspek Tata Kelola

Lebih lanjut, di atas kertas adanya rencana perubahan tata niaga tersebut bisa saja menguntungkan bagi e-commerce lokal, tapi hal itu bergantung pada kemampuan e-commerce yang bersangkutan dalam menghadapi perang diskon. “Kalau mereka tidak mampu bakar uang, tidak mengubah persaingan,” imbuh dia.

Secara umum, Nailul menyebut bahwa e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee masih jadi pemimpin pasar di Indonesia, kemudian disusul oleh Bukalapak dan Lazada.

Adapun Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengaku bahwa pihaknya sedang mempelajari lebih lanjut rencana perubahan regulasi oleh pemerintah sekaligus mengukur seberapa besar dampaknya terhadap e-commerce yang jadi anggota idEA.

“Kami akan agendakan pembahasan lebih lanjut bersama pemangku kepentingan, termasuk pemerintah agar implementasinya mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan pemberdayaan UMKM digital,” tandas dia, hari ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×