kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini kata Kemenaker soal penetapan upah minimum yang tak gunakan komponen KHL


Rabu, 03 Maret 2021 / 05:15 WIB
Ini kata Kemenaker soal penetapan upah minimum yang tak gunakan komponen KHL

Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah menerbitkan aturan baru mengenai pengupahan melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021. Dengan aturan tersebut, pemerintah juga mengubah perhitungan upah minimum.

Bila dalam PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, penetapan upah minimum didasarkan atas kebutuhan hidup layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, di aturan terbaru penetapan upah minimum berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

Direktur Pengupahan Kemenaker Dinar Titus Jogaswitani menerangkan, dasar penghitungan upah minimum saat ini berdasarkan upah minimum berjalan yang ditetapkan sesuai dengan PP 78/2015, meski begitu untuk menghitung upah di tahun berikutnya sudah berdasarkan kondisi perekonomian.

Baca Juga: Kemenaker pastikan pekerja yang cuti dan sakit tetap dibayar

"Jadi KHL tidak dimasukkan sekarang tapi bukan berarti tidak dipakai. Karena dasar menghitungnya tetap pakai KHL, tapi menghitung tiap tahunnya tidak lagi menggunakan  KHL," ujar Titus dalam Bincang Informatif Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, Selasa (2/3).

Dia juga menyebut, berdasarkan hasil evaluasi penetapan nilai KHL serta perkembangan ketersediaan data empiris, penggunaan KHL ini sudah tidak relevan lagi digunakan.

Hal ini lantaran pertama, KHL ini menggunakan pendekatan kelompok komoditas seperti makanan dan minuman, sandang, perumahan dan lainnya. Padahal menurut Titus, komponen tersebut tak selalu ada di seluruh Indonesia.

"Sebaiknya datanya dari data empiris, apa yang ditemukan di masing-masing daerah tersebut, sehingga sangat fleksibel, sehingga sangat pas dengan kebutuhannya," ujarnya.

Baca Juga: Kemnaker mendesak para pengusaha patuhi aturan terkait pengupahan

Tak hanya itu, metode survei KHL ini juga sulit dipertanggungjawabkan karena pelaksanaan survei tidak independen atau dipolitisir. Menurutnya dalam penetapan nilai KHL ini berdasarkan kesepakatan pihak tertentu.

"Mestinya nilai KHL itu tidak disepakati hanya dihitung. Kesepakatan itu sebelum berangkat, misalnya berasnya apa, itu sebelum berangkat. Walau ada nama dan jenis itu disebutkan dulu mana yang akan dihitung, itu adalah kesepakatan sebelum berangkat survei. Jadi nanti hasilnya disurvei berapapun nilainya, itu yang akan dihitung. Tetapi kenyataannya selama ini terbalik," katanya.

Dia juga menyebut tim survei yang seharusnya dilakukan secara berkelompok nyatanya tidak dilakukan secara bersama-sama, tetapi terbagi-bagi. Misalnya terdiri dari tim pengusaha atau tim pekerja. Hal ini menyebabkan nilai KHL yang ditemukan berbeda-beda. Karena itu, terjadilah kesepakatan yang dilakukan atas nilai KHL ini.

Selanjutnya: BPS jelaskan faktor-faktor pendorong inflasi pada Februari 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×