Reporter: Venny Suryanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri BUMN Erick Thohir menyetop kontrak 12 pesawat Bombardier CRJ 1.000 yang digunakan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Langkah tersebut dilakukan untuk mengakhiri kontrak operating lease dengan Nordic Aviation Capital (NAC) yang sebetulnya masih akan jatuh tempo pada tahun 2027 mendatang.
Erick mengatakan, keputusan mengakhiri kontrak dan mengembalikan 12 pesawat Bombardier tersebut, salah satunya karena adanya kasus dugaan suap dalam kontrak penyewaan pesawat tersebut.
“Hal ini terkait keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia serta penyelidikan Serious Fraud Office Inggris terhadap indikasi pidana suap dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda saat proses pengadaan pesawat tahun 2011 lalu," kata Erick dalam konferensi pers via daring, Rabu (10/2).
Erick menyebutkan, Garuda Indonesia sendiri saat ini mengoperasikan 18 jet regional Bombardier CRJ-1000. Kesepakatan untuk mendatangkan pesawat ini diselesaikan saat Singapore Airshow pada Februari 2012 silam.
Baca Juga: GMFI akan memaksimalkan diversifikasi bisnis untuk bertahan dari pandemi Covid-19
Garuda Indonesia menerima pengiriman jet regional pertama buatan Kanada itu pada Oktober 2012. Bombardier mengirimkan CRJ1000 terakhir ke Garuda tersebut pada Desember 2015.
Sementara, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebutkan penghentian tersebut menjadi salah satu upaya untuk mengurangi kerugian Garuda di masa mendatang.
“Kami menyadari bahwa penghentian secara sepihak akan menciptakan konsekuensi terpisah namun secara profesional kami siap menghadapi konsekuensi tersebut,” ujarnya.
Irfan pun menambahkan, selama tujuh tahun mengoperasikan pesawat CRJ 1.000, secara rata-rata setiap tahun justru menimbulkan kerugian dengan lebih dari US$ 30 juta per tahun. Sementara biaya penyewaan pesawat tersebut mencapai US$ 27 juta.
“Jadi kami sudah setiap tahun mengeluarkan biaya sewa pesawat US$ 27 juta untuk 12 pesawat CRJ 1.000 tapi kita malah mengalami kerugian lebih dari US$ 30 juta,” tandasnya.
Sehingga, apabila Garuda melakukan terminasi pada 1 Febuari 2021 lalu sampai akhir masa kontraknya, maka proyeksinya Garuda akan hemat lebih dari US$ 200 juta.
“Ini sebuah upaya kami untuk minimal mengurangi kerugian dari penggunaan 12 pesawat tersebut di Garuda,” kata Irfan.
Selanjutnya: Garuda Indonesia (GIAA) masih punya plafon obligasi konversi Rp 7,5 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News