kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini alasan DPR minta tax amnesty digelar tahun depan


Rabu, 22 September 2021 / 07:05 WIB
Ini alasan DPR minta tax amnesty digelar tahun depan

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemeritah terkait program pengampunan pajak atau tax amnesty dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mendapat batu sandungan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam beleid tersebut, pemerintah meminta program pengampunan pajak digelar pada 1 Juli 2021 – 31 Desember 2021. Namun karena periode waktu yang sudah lewat, DPR minta pelaksanaannya ditangguhkan menjadi di tahun 2022.

Hal ini juga mempertimbangkan, bahwa RUU yang mengusung metode omnibus law tersebut masih dalam proses pembahasan antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Panitia Kerja (Panja) RUU KUP di Komisi XI DPR RI.

Untuk itu, dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU KUP yang dihimpun Kontan.co.id menyatakan, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Fraksi Partai Keadilan bangsa (PKB) meminta, program pengampunan pajak tersebut digelar pada 1 Januari 2022 – 30 Juni 2022.

Baca Juga: Mayoritas partai politik usulkan tarif tax amnesty lebih rendah dari RUU KUP

Kemudian, Fraksi Partai Gerindra mengusulkan agar program pengampunan pajak tersebut dilaksanakan pada 1 Juli 2022 – 31 Desember 2022. Sementara, Fraksi Partai Demokrat minta paling lambat satu tahun setelah RUU KUP diundangkan.

Selain waktu pelaksanaan, parlemen juga menyoroti besaran tarif yang diusulkan oleh pemerintah. Adapun dalam RUU KUP pemerintah mengusulkan dua skema program pengampunan pajak. Pertama, ditujukan kepada WP peserta tax amnesty 2016-2017.

Alumni peserta tax amnesty tersebut dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

Harta yang diperoleh para alumni tax amnesty tersebut terhitung  sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Nantinya, dalam program pengampunan pajak teranyar, penghasilan WP terkait  dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 15%.

Namun apabila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%. Selain itu para alumni tax amnesty lima tahun lalu juga dibebaskan dari sanksi administrasi.

Baca Juga: Ekonomi dirasa belum pulih, pelaku IHT tolak kenaikan cukai

Fraksi Partai Golkar meminta tarif pada skema program pengampunan pajak diturunkan menjadi 6% dan Fraksi PKB 5%. Keduanya meminta tarif yang lebih rendah agar bisa menjadi pemacu bagi wajib pajak (WP) untuk ikut program Kebijakan I Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.

Kemudian, Fraksi Gerindra dan Fraksi Nasdem serempak meminta tarif 6% bagi wajib pajak yang kurang mengungkapkan harta bersihnya dan 10% untuk wajib pajak yang belum mengungkapkan harta bersihnya pada tax amnesty 2016-2017. Tujuannya untuk menjadi pembeda antara WP yang kurang mengungkapkan dan yang belum mengungkapkan harta bersih.

Dengan alasan yang sama, Fraksi Partai Demokrat berharap tarif 10% untuk WP yang kurang mengungkapkan harta bersih, dan 15%% bagi WP yang belum mengungkapkan harta bersih.



TERBARU

×