kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   4.000   0,28%
  • USD/IDR 15.405   0,00   0,00%
  • IDX 7.812   13,98   0,18%
  • KOMPAS100 1.184   -0,59   -0,05%
  • LQ45 959   0,88   0,09%
  • ISSI 227   0,13   0,06%
  • IDX30 489   0,88   0,18%
  • IDXHIDIV20 590   1,24   0,21%
  • IDX80 134   -0,05   -0,04%
  • IDXV30 139   -1,25   -0,90%
  • IDXQ30 163   0,24   0,15%

Ini Alasan Bahlil Lega Indonesia Tidak Punya Utang IMF


Sabtu, 01 Juli 2023 / 06:45 WIB
Ini Alasan Bahlil Lega Indonesia Tidak Punya Utang IMF

Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia merasa lega lantaran Indonesia telah terbebas dari utang kepada Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

Utang Indonesia kepada IMF sudah dilunasi pada Oktober 2006 lalu, saat masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Bahlil, ada beberapa saran IMF terkait kebijakan perekonomian Indonesia yang tidak sesuai. Sehingga dengan lunasnya utang tersebut, Pemerintah Indonesia tidak perlu ‘merasa tidak enak’ untuk mengikuti arahan IMF.

Pernyataan ini mewakili rasa geram Bahlil lantaran IMF meminta Indonesia untuk membuka kembali ekspor bijih nikel, bahkan melarang Indonesia untuk tidak memperluas larangan ekspor komoditas lain.

Baca Juga: Menteri Bahlil Minta IMF Tidak Intervensi Indonesia Soal Larangan Ekspor Komoditas

“Apakah kita harus ikuti gaya IMF yang menurut saya tidak pantas untuk kita ikuti? Meski ada sebagian kebijakannya yang bagus,” tutur Bahlil dalam konferensi pers, Jumat (30/6).

Bahlil menambahkan, Indonesia juga memiliki sejarah panjang dengan IMF. Pada masa krisis moneter melanda di tahun 1998, IMF merekomendasikan sejumlah kebijakan yang membawa dampak sangat besar terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Yang mana, pada krisis ekonomi tahun 1998, rekomendasi IMF agar pertumbuhan ekonomi Indonesia segera pulih pada saat itu justru menimbulkan efek sebaliknya. Ekonomi Indonesia yang sedang mengalami guncangan justru semakin memburuk karena mengikuti saran IMF.  

Kala itu IMF merekomendasikan agar industri-industri dalam negeri ditutup seperti industri Dirgantara. Selain itu, pemberian bantuan sosial juga direkomendasikan untuk diberhentikan yang akhirnya membuat daya beli masyarakat melemah.

“Di situlah cikal bakal terjadi deindustrialisasi. Bunga kredit dinaikkan hampir semua pengusaha koleps. Kredit-kredit macet asetnya diambil. Apa yang terjadi? negara kita lambat menuju pertumbuhan. Di tahun sama Malaysia tolak rekomendasi IMF. Jadi malah justru saya menanyakan apa maksud dari IMF sampaikan (mencabut larangan ekspor nikel) ini?,” tegas Bahlil.

Baca Juga: Bahlil: Langit Mau Runtuh Pun, Hilirisasi Tetap Akan Menjadi Prioritas Negara

Maka dari itu, Bahlil tidak ingin rekomendasi IMF yang dinilai berdampak buruk bagi Indonesia terulang kembali. Terlebih, terdapat negara lain yang diperbolehkan untuk stop ekspor mentah komoditas.

“Masa yang lain boleh, kita tidak? Kita ini sudah merdeka. IMF sudah pernah menjadikan kita pasien yang gagal diagnosa. Apakah kita akan mengikuti dokter yang sudah membawa kita ke ruang rawat inap, dia masukan kita ke ruang ICU? Ibarat orang sakit harusnya nggak operasi total, kemudian operasi total terus gagal,” katanya dengan tegas.

Bahlil justru menyarankan agar IMF lebih fokus untuk mendiagnosa negara-negara yang saat ini sedang diambang keterpurukan, serta tidak ikut campur terkait kebijakan larangan ekspor komoditas di Indonesia.

Dia juga menyatakan dengan tegas kebijakan larangan ekspor Nikel bahkan rencana larangan ekspor komoditas lainnya akan tetap dilaksanakan demi tercapainya hirilisasi yang optimal dalam negeri.

“Dia akui pertumbuhan ekonomi Indonesia baik, Dia akui neraca dagang udah baik. Kenapa dia mau bilang begitu? ini standar ganda menurut saya. Ada apa dibalik ini?,” katanya heran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

×