Sumber: Al Jazeera | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada akhir Agustus, varian Delta yang sangat menular dari virus corona baru diperkirakan mencapai 90 persen dari kasus COVID-19 di Uni Eropa, menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC).
Peringatan oleh badan kesehatan pada hari Rabu menyatakan pernyataan serupa oleh Organisasi Kesehatan Dunia pekan lalu, yang mengatakan varian yang pertama kali diidentifikasi di India menjadi dominan secara global.
ECDC memperkirakan bahwa varian Delta (B.1.617.2) 40 hingga 60 persen lebih menular daripada varian Alpha (B.1.1.7), pertama kali ditemukan di Inggris, yang saat ini merupakan varian utama dari virus corona baru.
Baca Juga: Delta Plus, varian Covid-19 terbaru di India yang bikin resah
Karena penularannya yang meningkat, Delta menjadi perhatian bagi banyak pemerintah di seluruh Eropa bahkan ketika sebagian besar negara bergerak untuk melonggarkan pembatasan setelah penurunan kasus COVID-19.
"Sangat mungkin bahwa varian Delta akan beredar luas selama musim panas, terutama di antara individu yang lebih muda yang tidak ditargetkan untuk vaksinasi," kata ECDC.
“Ini dapat menyebabkan risiko bagi individu yang lebih rentan untuk terinfeksi dan mengalami penyakit parah dan kematian jika mereka tidak sepenuhnya divaksinasi,” terang ECDC.
Pusat tersebut mengatakan “sangat penting untuk maju dengan peluncuran vaksin dengan kecepatan yang sangat tinggi” untuk menghentikan penyebaran varian dan mengurangi dampak kesehatannya. Sampai saat ini, sekitar 30 persen dari mereka yang berusia 80 tahun ke atas dan 40 persen di atas 60-an di UE masih belum sepenuhnya divaksinasi, menurut data ECDC.
Selanjutnya: Catat! Ini 7 cara mencegah penularan virus corona varian baru menurut ahli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News