Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2022 akan melambat secara moderat di level 5,3% bila dibandingkan dengan tahun lalu alias year on year (YoY). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pada tahun ini diperkirakan sebesar 5,1%.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, meski ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 mencapai 5,72% yang menggambarkan berlanjutnya tren pemulihan ekonomi, namun tekanan ekonomi mulai terasa memasuki kuartal IV-2022.
Hal ini tidak terlepas dari peningkatan inflasi yang lebih tinggi dari kuartal sebelumnya seiring belum melandainya harga energi dan pangan yang diikuti dengan pelemahan nilai tukar Rupiah. Tentu ini menjadi alarm untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi di sisa satu kuartal terakhir tahun ini.
"Di kuartal IV saya kira memang base year effect sudah hilang, karena kuartal IV tahun 2021 sudah di atas 5%, jadi base year effect-nya sudah hilang. Itu akan mengurangi pula potensi pertumbuhan ekonomi kita di kuartal IV-2022," ujar Tauhid dalam konferensi pers Indef: Waspada Perlambatan Ekonomi Akhir Tahun, Selasa (8/11).
Baca Juga: Ekonom Sebut Konsumsi Pemerintah Hambat Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Artinya, low base effect tinggal tersisa sedikit di kuartal IV-2022, sehingga tidak mudah mencapai pertumbuhan di atas kuartal III-2022. Sementara itu, peningkatan inflasi serta suku bunga acuan Bank Indonesia juga akan berdampak pada kenaikan cicilan rumah, kendaraan dan pinjaman lainnya sehingga akan mengurangi disposable income rumah tangga.
Oleh karena itu, mengingat akan adanya perlambatan ekonomi di kuartal IV-2022, Tauhid menyarankan pemerintah untuk segara melakukan tiga upaya mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pertama, mempercepat belanja modal dan belanja barang yang hingga Oktober 2022 masing-masing baru mencapai 66,44% dan 66,83%.
Untuk itu, perlu adanya terobosan memanfaatkan waktu yang sempit dengan memanfaatkan beragam momentum hingga akhir tahun nanti. Menurutnya, apabila belanja tidak segera terealisasi, maka Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang besar akan sia-sia, padahal masyarakat masih banyak yang membutuhkan.
"Katakanlah dua bulan itu bisa diselesaikan, kalau tidak maka akan sangat sia-sia. SILPA yang besar tidak akan berarti apa-apa pada masyarakat," katanya.
Baca Juga: John Riady Optimistis Ekonomi Digital Terus Tumbuh di Tengah Gelombang PHK
Kedua, perlu dilakukan penyesuaian secara moderat suku bunga acuan BI mengikuti perkembangan inflasi yang terjadi serta dinamika kondisi ekonomi global agar laju kredit ke sektor riil tetap meningkat.
Ketiga, perlu penguatan pasar domestik untuk berbagai produk-produk yang memiliki daya saing di pasar global serta mempercepat industri substitusi impor di tengah menguatnya arus importasi beragam produk industri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News