Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah kolapsnya bank Amerika Serikat (AS) seperti Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, The Fed kemungkinan akan mengurangi tensi kebijakan moneternya ke depan.
"Sisi positifnya, kalau saya lihat dengan AS ke depan karena sudah ada banknya yang kesandung dan jatuh, saya rasa The Fed kemungkinan tidak akan terlalu agresif lagi ke depan sampai situasinya benar-benar bisa confirm bahwa bank itu bisa adaptasi semua ada kebijakan AS untuk menormalisasi suku bunga," ujar Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam Webinar, Kamis (16/3).
Eko mengatakan, apabila suku bunga Federal Funds Rate (FFR) melandai ke depannya, maka hal ini akan memberikan sisi positif bagi Indonesia lantaran tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan berkurang sehingga akan menguat.
Baca Juga: LPS: Jatuhnya SVB dan Signature Bank Tak Berdampak Langsung Pada Perbankan Indonesia
"Kalau kemudian suku bunga FFR itu agak landai, bahkan ada yang memprediksi di akhir tahun bisa turun 100 bps, ya sebetulnya tekanan rupiah itu seharusnya berkurang. Ini kabar baik," ungkapnya.
Hanya saja, apabila volatilitas pasar modal Indonesia tetap terjadi, berkurangnya agresitivitas The Fed tidak akan banyak berdampak positif bagi perbankan di Indonesia.
"Tidak agresifnya FFR ini tidak bisa kita nikmati, artinya rupiah tetap volatile, karena bagaimanapun antara pasar modal dengan pasar keuangan itu related, kalau sahamnya kira-kira memerah terus di pasar modal, kan tidak mungkin juga rupiahnya bisa terus menguat," kata Eko.
Selain itu, Ia bilang, inflasi di dalam negeri perlu juga dikendalikan. Hal ini dikarenakan, menaikkan atau tidak menaikkan suku bunga berkaitan dengan bagaimana membangun ekspektasi inflasi ke depannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News