kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.478.000   -4.000   -0,27%
  • USD/IDR 15.684   -194,00   -1,25%
  • IDX 7.511   14,68   0,20%
  • KOMPAS100 1.166   4,71   0,41%
  • LQ45 929   -1,07   -0,11%
  • ISSI 226   1,66   0,74%
  • IDX30 478   -1,06   -0,22%
  • IDXHIDIV20 575   -1,29   -0,22%
  • IDX80 133   0,40   0,30%
  • IDXV30 142   0,71   0,50%
  • IDXQ30 160   -0,24   -0,15%

Hati-hati, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dibayangi berbagai risiko berikut


Kamis, 30 September 2021 / 06:50 WIB
Hati-hati, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dibayangi berbagai risiko berikut

Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, ada sejumlah risiko yang masih membayangi prospek perekonomian Indonesia.

Yang terbaru adalah terkait batas utang pemerintah Amerika Serikat (AS) yang melambung tinggi atau debt ceiling.

Meski begitu, Kepala ekonom Bank Central ASia (BCA) David Sumual menganggap isu tersebut tidak akan terlalu berpengaruh pada perekonomian Indonesia. 

“Ini hanya terkait tawar menawar politik. Sifatnya hanya sementara. Karena seingat saya ini sudah 78 kali mereka berada di posisi ini. TInggal tawar menawar kedua partai terbesar di sana,” ujar David kepada Kontan.co.id, Rabu (29/9). 

David lebih mengkhawatirkan kondisi perekonomian China dan kasus Evergrande yang bisa menggoyahkan perekonomian negara tirai bambu tersebut. 

Apalagi, negara China ini merupakan negara mitra dagang terbesar di Indonesia. Bila perekonomian China melambat dan mengurangi permintaan dari Indonesia, maka ini akan membawa dampak pada ekspor yang implikasinya pada perekonomian Indonesia. 

Baca Juga: Ekonom perkirakan persentase masyarakat miskin naik lagi di tahun ini

Nah, dalam hal ini, David menyarankan Indonesia melakukan diversifikasi baik itu komoditas yang diekspor maupun negara tujuan ekspor agar tak terlalu bergantung pada segelintir negara. 

Kekhawatiran selanjutnya datang dari prospek pengetatan kebijakan moneter (tapering off) bank sentral AS The Federal Reserve yang akan menimbulkan gejolak pasar keuangan yang tentu saja akan memengaruhi pemulihan ekonomi Indonesia. 

Sekaligus, adanya gelembung harga di sektor-sektor yang diminati investor di tengah tren suku bunga murah. Ini bisa mengganggu keseimbangan pemulihan. 

Terakhir, risiko tetap datang dari pandemi Covid-19. Ia berharap tidak ada varian baru maupun lonjakan kasus yang akhirnya menyebabkan pemerintah menarik rem darurat berupa pembatasan kegiatan masyarakat yang bisa mempengaruhi upaya pemulihan. 

Lebih lanjut, David memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 akan lebih dari 4% yoy. Dan pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 5% yoy. 

Selanjutnya: Ada pandemi Covid-19, Bank Dunia ingatkan soal kemiskinan dan ketimpangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

×