kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45934,39   6,03   0.65%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Komoditas Energi Masih Bisa Menguat Akibat Perang Rusia-Ukraina Belum Mereda


Senin, 09 Mei 2022 / 07:35 WIB
Harga Komoditas Energi Masih Bisa Menguat Akibat Perang Rusia-Ukraina Belum Mereda

Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi rupanya masih terus berada di level yang tinggi sepanjang tahun ini. Sentimen dari konflik Rusia - Ukraina yang belum kunjung mereda jadi katalis utama yang menjaga harga berbagai komoditas energi tetap tinggi.

Merujuk Bloomberg, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) pada perdagangan Jumat (6/5) berada di level US$ 109,77 per barel. Sepanjang April hingga Mei, tercatat harga minyak terpantau stabil bergerak menguat di atas US$ 95 per barel. Jika dihitung sejak akhir tahun 2021, harga minyak sudah berhasil menguat 45,95%.

Sementara itu, harga gas alam bahkan jauh lebih liar penguatannya. Pada Jumat (6/5), harga gas alam turun 8,43% ke US$ 8,04 per mmbtu dari US$ 8,78 per mmbtu yang menjadi level harga tertinggi. Namun, dalam sepekan harga alam masih melambung 11,03% dari US$ 7,24 per mmbtu. Sedangkan secara year to date, kenaikannya bahkan sudah menyentuh 124,58%.

Tak berbeda, harga batubara juga berada dalam tren serupa. Tercatat, harga batubara di ICE Newcastle pada Jumat (6/5) berada di level US$ 341,65 atau menguat 21,99% dalam sepekan terakhir. Sementara jika dihitung sejak akhir tahun, harga batubara berhasil naik hingga 177,43%.

Baca Juga: Konflik Rusia-Ukraina Masih Jadi Pemicu Utama Lonjakan Komoditas Energi

Research & Development ICDX Girta Yoga mengungkapkan, ketatnya pasokan menjadi katalis utama yang mengangkat harga komoditas energi sepanjang tahun ini imbas dari konflik Rusia - Ukraina. Rusia sebagai salah satu produsen terbesar untuk komoditas energi justru terkena sanksi embargo yang menyebabkan ketatnya pasokan.

Beberapa langkah telah diambil, Namun Yoga melihat tersebut belum cukup. Misalnya, keputusan OPEC+ yang menaikkan produksi dari 400.000 barel per hari (bph) menjadi 432.000 bph. Angka ini dinilai masih terlalu rendah untuk mendorong pasokan minyak dunia yang berkurang drastis akibat berhentinya ekspor Rusia.

“Jadi ke depan, OPEC+ harus menambah lagi produksi hariannya jika ingin menstabilkan harga minyak. Selain itu, perilisan minyak terkoordinasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan anggota IEA sejumlah 240.000 bph mulai Mei ini diharapkan bisa menjadi katalis positif,” kata Yoga ketika dihubungi Kontan.co.id.

Sementara untuk gas alam, efek konflik jauh lebih signifikan karena Uni Eropa melakukan impor sebesar 41% dari Rusia untuk kebutuhan gas alam. Artinya, selama konflik berlangsung, pasokan gas alam akan terus disrupsi dan semakin ketat. Yoga melihat, saat ini masih kecil harapan harga gas alam bisa terkoreksi selama perang dan embargo ke Rusia masih berlanjut. 

Menurutnya, sentimen yang diharapkan bisa meredam kenaikan harga gas alam ke depan adalah adanya rencana kerjasama antara Amerika Serikat dengan Uni Eropa untuk memasok gas alam. Dikabarkan, Amerika Serikat akan memasok gas alam sebanyak 15 miliar mmbtu pada tahun ini ke Uni Eropa.

Baca Juga: Berbagai Negara Amankan Pasokan, Kenaikan Harga Gas Alam Tertahan

Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi di pasar batubara. Konflik Rusia - Ukraina telah mendisrupsi pasokan global batubara mengingat Rusia merupakan salah satu eksportir terbesar setelah Australia, Indonesia, dan China. Di saat bersamaan, China juga tengah dibayangi kekurangan pasokan seiring pemberlakuan lockdown.

“Artinya, ke depan, perkembangan konflik Rusia - Ukraina dan embargo produk energi Rusia masih akan jadi sentimen utama yang diperhatikan pasar. Jika keadaan terus berlanjut, harga komoditas energi masih akan tetap tinggi, namun jika keadaan membaik, harga diekspektasikan akan turun,” imbuhnya.

Yoga memproyeksikan, saat ini harga minyak dunia bisa bergerak menuju US$ 120 per barel. Sementara untuk harga gas alam dan batubara masing-masing diperkirakan bisa ke area US$ 9,25 per mmbtu dan US$ 425 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×