Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengakui kenaikan tarif gas murah untuk sektor petrokimia memberikan dampak kurangnya daya saing pelaku usaha petrokimia di domestik.
Wakil Ketua Umum Inaplas Edi Rivai menjelaskan, kenaikan harga gas industri sebesar US$ 0,5/MMBTU tentunya telah mengurangi daya saing anggota Inaplas pengguna HGBT. Sebelumnya pelaku usaha petrokimia menyerap harga gas bumi tertentu di US$ 6/MMBTU.
“Namun karena sudah menjadi Kepmen Menteri ESDM maka perlu komitmen pemenuhan kelancaran supply yang cukup sesuai kuota dari pemasok gas di semua daerah,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (16/6).
Baca Juga: Tarif Harga Gas Murah untuk 7 Sektor Industri Dinaikkan, Ini Penjelasan Dirjen Migas
Sampai saat ini, Edi mengakui, operasional anggota Inaplas tetap berjalan seperti biasa di tengah persaingan banjirnya barang dan bahan baku plastik dari Korea dan China.
Dalam hal ini perlu pengendalian banjirnya barang impor harga murah, tidak hanya bahan baku tetapi juga barang jadi seperti terpal dan kemasan rigid plastik.
Adapun perihal dampak jangka panjang, Edi belum bisa memberikan gambaran rinci. Dia bilang, nantinya harus dilihat tergantung faktor hilir lainnya, pasar, permintaan, dan fluktuasi harga komoditas.
Melansir lampiran Keputusan Menteri ESDM No 91.K/MG/01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri tercatat kenaikan harga gas bumi tertentu di plant gate hingga US$ 0,5 per MMBTU.
Baca Juga: Harga Komoditas Energi Masih Dalam Tren Turun
Misalnya saja HGBT untuk pengguna gas bumi di wilayah Kepulauan Riau melalui Perusahaa Gas Negara untuk PT Indo Bharat Raya.
Sumber pasokan gas bumi dari WK Pertamina EP (Asset III) ebesar US$ 6,61 per MMBTU. Sedangkan, menurut Kepmen sebelumnya HGBT-nya ditentukan US$ 6,11 per MMBTU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News