Sumber: CNBC | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Huawei mengharapkan ada masa depan bisnis yang cerah di Amerika Serikat (AS) setelah Joe Biden terpilih sebagai Presiden yang baru. Raksasa teknologi China ini berharap Pemerintahan Biden bisa menghapus kebijakan boikot yang diterapkan oleh Trump.
Paul Scanlan, CTO Huawei Carrier Business Group, kepada CNBC menyampaikan harapan tersebut. Menurutnya, dengan ada perubahan pemerintahan, maka akan ada pula kesempatan untuk mengatur ulang kebijakan. Hal ini terkait dengan upaya Huawei menyebarkan jaringan 5G di AS.
Pemerintahan Trump pada Agustus lalu resmi mengumumkan sanksi terhadap Huawei, yang secara praktis memutus akses perusahaan asal China itu ke beberapa teknologi yang mereka dapatkan dari AS.
Trump meyakini, Huawei telah melakukan praktik spionase dengan menjadi perpanjangan tangan Pemerintah China. Huawei berulang kali menolak tuduhan tersebut.
"Tentu saja, di bawah pemerintahan sebelumnya, banyak sekali tantangan yang kita hadapi. Huawei telah berhasil mengatasi tantangan tersebut dengan pelanggan dan pemasok," ungkap Scanlan.
Baca Juga: Ini daftar 31 perusahaan China yang dikendalikan militer China versi AS
Huawei tetap optimistis
Terlepas dari masalah tersebut, Scanlan mengatakan, Huawei tetap optimistis pihaknya dan Pemerintah AS mampu menyelesaikan perbedaan pandangan tersebut.
"Kami akan menyambut lebih banyak dialog. Dengan dialog muncul pemahaman, kemudian muncul kepercayaan, dan kemudian orang dapat melakukan bisnis bersama," tambah Scanlan.
Scanlan berusaha mengabaikan masalah kepercayaan yang mungkin dimiliki berbagai negara terhadap Huawei. Mereka bersikeras telah terbuka dalam berurusan dengan pemerintah secara global.
"Mereka dapat membawa pakar mereka kepada kami atau kami yang datang kepada mereka. Kami dapat duduk bersama dan menunjukkan bahwa produk kami dapat dipercaya. Kami melakukannya di seluruh dunia," ujarnya.
Selanjutnya: Tak mau kalah lagi dari Huawei, Samsung berencana rilis smartphone lebih awal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News