kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hadapi Resesi, Sektor Apa Saja yang Layak Mendapat Insentif Pajak Tahun Depan?


Selasa, 18 Oktober 2022 / 05:43 WIB
Hadapi Resesi, Sektor Apa Saja yang Layak Mendapat Insentif Pajak Tahun Depan?
ILUSTRASI. Di tengah ancaman resesi, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih akan memberikan insentif pajak di tahun depan.

Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi global diramalkan akan masuk zona resesi pada tahun depan. Resei ini akibat dampak lonjakan kenaikan suku bunga yang berlanjut sehingga akan memukul berbagai sektor ekonomi.

Di tengah ancaman resesi tahun depan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih akan memberikan insentif pajak di tahun depan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN) 2023 anggaran yang disiapkan senilai Rp 41,5 triliun. Namun sayangnya, Kemenkeu belum memerinci sektor apa saja yang akan mendapatkan insentif pajak di tahun depan.

Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, insentif pajak perlu dilakukan penyesuaian namun tetap memperhatikan dampak berganda yang diciptakan terhadap kesempatan kerja dan pemulihan sektor tertentu, serta memperhatikan rasio pajak.

"Idealnya insentif perpajakan yang sebelumnya banyak diberikan kepada badan usaha, mulai bergeser ke insentif langsung ke konsumen," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (17/10).

Baca Juga: Pemerintah Masih Kaji Sektor yang Menerima Insentif Pajak Tahun Depan

Untuk itu, menurutnya, pemerintah bisa saja memberikan tambahan insentif pajak berupa relaksasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 8%, sehingga konsumsi rumah tangga dapat terjaga ditengah ancaman resesi dan pelemehan daya beli.

Bhima menyarakan pemerintah untuk tetap memberikan insentif pajak di tahun depan kepada sektor properti , ritel dan tekstil.

Namun terlepas dari jumlah insentif yang diberikan, Bhima menegaskan bahjwa poin utamanya adalah terletak pada pengawasan insentif sehingga dapat tepat sasaran, dan kemudahan mendapatkan insentif pajak juga tanpa prosedur yang rumit.

"Properti (perlu diberi) karena efek berganda ke 175 sub sektor, kemudian ritel melalui penurunan tarif PPN, sektor tekstil pakaian jadi masih akan tertekan, jadi butuh support relaksasi perpajakan," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institue for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebut, di tahun depan sektor pariwisata dan konstruksi perlu diberikan insentif pajak mengingat akan sangat terdampak sangat dalam bila Indonesia mengalami resesi di tahun depan.

"Saya kira itu yang paling dominan kalau ingin diberikan, karena mereka yang paling terpuruk di tahun depan. Jadi insentif itu bisa membuat mereka tidak terbebani dan mendapatkan manfaat," ujar Tauhid kepada Kontan.co.id, Senin (17/10).

Hanya saja, Tauhid menilai, insentif pajak 2023 yang sebesar Rp 41,5 triliun masih belum cukup untuk menahan dampak resesi di tahun depan. Untuk itu, perlu adanya tambahan agar sektor tersebut bisa tetap tumbuh positif di tengah ancaman resesi di tahun depan.

"Prioritas ya untuk kelompok menengah bawah yang seharusnya diberikan, karena mereka yang terdampak di tahun ini dan tahun depan," imbuhnya.

Baca Juga: Robert Kiyosaksi Ingatkan Keruntuhan Ekonomi AS dan Investasi yang Paling Aman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×