kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,35   -6,99   -0.75%
  • EMAS1.321.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

GAPMMI: Pelaku Usaha Mencari Alternatif Pasokan Gadum dari Negara Lain


Rabu, 18 Mei 2022 / 07:15 WIB
GAPMMI: Pelaku Usaha Mencari Alternatif Pasokan Gadum dari Negara Lain

Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) melihat tantangan pasokan gandum ke Indonesia imbas dari perang Rusia-Ukraina dan keputusan India melarang ekspor gandum per Jumat (13/5) lalu, akan berdampak signifikan pada industri makanan di Tanah Air. 

Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengatakan jika persoalan ini terus bergulir dan tidak dikelola dengan baik akan sangat berbahaya. Pasalnya, kebutuhan gandum sebagai bahan baku industri makanan cukup besar. 

“Tahun lalu Indonesia mengimpor 11,5 juta ton gandum. Dengan adanya perang Rusia-Ukraina tentunya akan berpengaruh pada pasokan gandum dunia dan Indonesia,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/5). 

Baca Juga: Gappmi Akui Industri Mamin Akan Terdampak Jika Terjadi Kenaikan Biaya Energi

Adhi menjelaskan, Ukraina memasok sekitar 17% dari kebutuhan nasional gandum Indonesia. Sementara, jika digabungkan produksi gandum Rusia dan Ukraina berkontribusi hingga 30% dari total kebutuhan gandum dunia. Jika kedua negara ini terus berperang dan logistik terganggu, tentu akan memberikan pengaruh cukup signifikan pada Indonesia. 

Tadinya Indonesia berharap dapat menggantikan pasokan gandum Ukraina dari India yang merupakan produsen gandum nomor dua terbesar selain China. Di sisi lain, harga gandum India relatif lebih murah dibandingkan Australia, Amerika, dan Kanada. 

“Namun setelah adanya pelarangan ini tentunya akan berpengaruh pada pasokan gandum ke Indonesia. Ini yang akan kita cari solusinya, alternatif pasokan dari mana supaya stok di dalam negeri tidak terganggu,” kata Adhi. 

Sementara ini, lanjut Adhi, stok gandum nasional masih cukup hingga Juni 2022 mendatang. Sedangkan untuk produksi tepung terigu diperkirakan masih aman hingga dua bulan ke depan. Lantas untuk stok tepung di industri makanan secara rata-rata masih aman untuk 1 bulan hingga 1,5 bulan ke depan. 

Baca Juga: Pandemi Mereda, Kinerja Manufaktur Mulai Bertenaga

Tetapi kalau masalah ini terus berlanjut, tidak bisa dimungkiri Indonesia harus mencari alternatif pasar lain untuk memenuhi kebutuhan gandum. Menurut Adhi, Australia sendiri sudah cukup banyak memasok gandum ke Indonesia bahkan hingga 40%. Adhi memprediksi stok gandum Australia tidak terlalu banyak, sementara yang bisa masuk saat ini dari Kanada dan Amerika tetapi itu pun cukup jauh dan harganya sudah naik semua. 

Semenjak pengumuman India melarang ekspor, harga gandum dunia sudah naik 5% hingga 6%. Jika dibandingkan dengan awal tahun lalu harga gandum dunia sudah melonjak hingga dua kali lipatnya. Sedangkan jika dibandingkan dengan akhir 2021 harga gandum sudah naik 15%-20%. 

Selain mencari alternatif pasokan gandum dari negara lain, Adhi mengungkapkan industri makanan minuman harus putar otak berinovasi mencari substitusi bahan baku pengganti. “Jadi apakah terigu bisa disubstitusi dengan tepung lain, ini perlu diantisipasi supaya tidak tergantung lebih banyak dari terigu saja. Misalnya dengan tapioka, sagu, atau lainnya,” ujar Adhi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×