Reporter: Vina Elvira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan jasa konstruksi tengah dihadapkan oleh banyak tekanan. Ini membuat kondisi para kontraktor sangat berisiko, terlebih karena mereka baru saja memulai pemulihannya setelah dua tahun terakhir dihantam pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Umum IX Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Didi Iskandar mengatakan, tekanan tersebut di antaranya datang dari peningkatan harga bahan bangunan, kenaikan harga BBM subsidi, serta meningkatnya suku bunga pinjaman bank seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah.
"Harga bahan bangunan juga ikut naik seiring dengan naiknya harga BBM subsidi, kenaikan ini berkisar 15%-25%, yang paling signifikan adalah harga besi dan baja disusul dengan semen," sebut Didi, kepada Kontan.co.id, Senin (10/10).
Menurut Didi, pelemahan rupiah yang terjadi berdampak pada kenaikan suku bunga pinjaman modal kerja. Walhasil, keuntungan para perusahaan kontraktor pun ikut terjun bebas.
Sementara itu, dengan naiknya harga bahan bangunan yang terjadi belakangan ini, berdampak buruk pada lonjakan beban perusahaan. Yang mana pada kondisi normal, porsi beban materiel pada pekerjaan konstruksi adalah sebesar 60%-70%.
Baca Juga: Ibu Kota Pindah ke IKN, Apa yang Terjadi dengan Jakarta? Ini Prediksinya
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan beban upah tenaga kerja yang juga ikut merangkak naik sebesar 10% karena harga bahan makanan pun ikut meningkat.
"Efek dari kenaikan harga bahan bangunan ini ke beban perusahaan pastilah sangat tidak menguntungkan dan akhirnya para kontraktor hanya mampu bertahan dan sekuat tenaga menyelesaikan beban sisa kerja," ujar Didi.
Didi bilang, Gapensi sendiri sudah bertemu dengan sejumlah stake holder, seperti Komisi V DPR RI, DPD, serta Ketua MPR dan mengusulkan untuk dilakukannya optimasi kontrak.
Dengan begitu, proyek yang berjalan tetap dapat terselesaikan, dengan catatan beberapa volume disesuaikan dengan harga bahan bangunan yang berlaku saat ini.
"Kami dari Gapensi mengusulkan agar diadakan optimasi kontrak, yang artinya pekerjaan tetap dapat diselesaikan namun beberapa volume disesuaikan dengan harga yang berlaku saat ini," jelas Didi.
Dia juga menambahkan, para kontraktor juga memohon kepada pemberi kerja (Bouwher) agar dilaksanakan optimasi kontrak ini terhadap kontrak yang sedang berjalan.
"Karena jika tidak, maka akan berdampak pada tidak tercapainya hasil pekerjaan sesuai dengan nilai dan volume awal sewaktu kontrak ditandatangani," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News