Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketentuan permodalan baru memang telah membuat sejumlah fintech P2P Lending berusaha mendapat suntikan dana anyar. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) setidaknya ada 15 penyelenggara yang belum memenuhi ketentuan.
Menanggapi kondisir tersebut, Ketua Hukum, Etika, dan Perlindungan Konsumen Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Ivan Nikolas Tambunan melihat kemampuan untuk memenuhi permodalan tergantung dengan fundamental bisnis yang dimiliki.
Dalam hal ini, fundamental yang dimaksud oleh Ivan antara lain penyaluran pinjaman yang terus bertumbuh, memiliki pendanaan untuk pinjaman yang mencukupi, NPL relatif rendah, dan indikator keuangan lainnya tergolong sehat.
“Kalau fundamentalnya kuat, harusnya bisa dapat investor,” ujar Ivan kepada KONTAN, Minggu (19/9).
Baca Juga: OJK Dorong Fintech P2P Lending Penuhi Ketentuan Permodalan
Selain itu, Ivan juga menyebutkan bahwa penyelenggara fintech P2P Lending ini masih memiliki waktu untuk memenuhi ketentuan tersebut. Sehingga, jikalau ada kesulitan permodalan masih bisa memiliki alternatif lain.
“Untungnya aturannya diterapkan bertahap,” imbuhnya.
Sebagai informasi, aturan terbaru Fintech P2P Lending yang tertuang di POJK 10/2022 mewajibkan penyelenggara setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp 12,5 miliar. Namun, kewajiban tersebut dilakukan bertahap sejak diundangkan 4 Juli 2022.
Secara rinci, pada tahun pertama setelah aturan diundangkan kewajiban ekuitas minimal Rp 2,5 miliar, tahun kedua bertambah menjadi Rp7,5 miliar, dan tahun ketiga baru wajib Rp 12,5 miliar.
Sementara itu, Ivan mencontohkan langkah alternatif agar penyelenggara fintech bisa memenuhi ketentuan permodalan dengan cara melakukan kerjasama dengan pemain fintech lain.
“Alternatifnya bagi yang kesulitan modal perlu consider untuk lakukan konsolidasi dengan perusahaan fintech lainnya,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News