Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan aturan turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Aturan turunan itu berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Pajak Penghasilan (PPh) terkait pemberian fasilitas perusahaan atau pajak natura.
Adapun PP yang dimaksud adalah PP Nomor 55 Tahun 2022 yang salah satunya mengatur terkait pajak yang diberikan perusahaan alias pajak natura. Dalam Pasal 30 PP tersebut, pemberi kerja atau pemberi penggantian imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Meski begitu, ada beberapa daftar natura/kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh, salah satunya adalah fasiltas olahraga. Hanya saja, fasilitas olahraga mewah seperti golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang dan olahraga otomotif tidak dibebaskan dari objek PPh.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, memang dalam pelaksanaan pekerjaan sehubungan persyarartan mengenai kesehatan pegawai akan dikecualikan dari objek PPh. Hanya saja, ada beberapa fasilitas olahraga yang hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Untuk itu, fasilitas olahraga yang dimaksud akan dikenai PPh.
"Memang bisa dinikmati oleh semua orang dan memang olahraga itu kan penting untuk kesehatan, tetapi ada yang hanya dinikmati oleh segelintir orang, artinya yang high level, itu kan fair ya," ujar Yustinus saat ditemui di Kantor DJP, Selasa (10/1).
Baca Juga: Bingkisan Hingga Laptop Kantor Dikecualikan dari Pajak Penghasilan
Yustinus menegaskan, fasilitas olahraga mewah tersebut boleh saja didapat dan tidak dilarang namun tetap terhitung sebagai objek pajak.
"Bukan dilarang ya, silahkan mau golf, pacuan kuda, paralayang, tetapi itu objek pajak, karena apa? Karena tidak semua bisa menikmati. Menjaga keadilan tadi," kata Yustinus.
Ia mengatakan, hal yang sama juga berlaku pada pemberian fasilitas rekreasi kepada karyawan. Yustinus menegaskan, fasilitas rekreasi yang diberikan kepada karyawan tertentu yang sifatnya mewah juga akan menjadi objek pajak. Hal ini dilakukan untuk mengusung konsep keadilan.
"Itu kan nanti diatur, tapi kalau hanya untuk level tertentu misalkan, oh jalan-jalan ke Eropa, nah itu kan kenikmatan yang tidak bisa dinikmati oleh semua. Itu yang menjadi sasaran kita," tandasnya.
Baca Juga: Susun Aturan Teknis Pajak Natura, Ditjen Pajak Pertimbangkan Dua Hal Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News