Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Permintaan sewa pabrik siap pakai atau ready-built factory (RBF) serta pembelian fasilitas industri di Indonesia terus meningkat, terutama dari perusahaan-perusahaan China yang tengah mencari basis produksi baru di Asia Tenggara. Lonjakan ini muncul di tengah memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, yang memicu perpindahan rantai pasok.
Menurut riset Leads Property, permintaan RBF di kawasan Jabodetabek dan Banten mengalami peningkatan signifikan. Faktor pendorongnya adalah tarif impor tinggi Amerika Serikat terhadap produk asal China dan strategi perusahaan untuk mempercepat produksi tanpa menunggu pembangunan pabrik dari nol.
Umumnya, perusahaan China menyewa fasilitas RBF selama tiga hingga lima tahun. Masa sewa tersebut dipakai untuk melakukan uji produksi, penghitungan efisiensi tenaga kerja, hingga penilaian kebutuhan logistik sebelum memutuskan ekspansi jangka panjang.
Sementara itu, jenis properti yang paling diminati adalah pabrik siap pakai dan gudang modern — dua tipe aset industri yang memiliki demand paling kuat dari investor manufaktur Asia.
Fenomena ini juga dibenarkan oleh Himpunan Kawasan Industri (HKI). Ketua Umum HKI, Akhmad Maruf, menyebut bahwa selain China, permintaan tinggi juga datang dari investor asal Singapura, Taiwan, Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman.
Baca Juga: Peminat BYD Atto 1 Tinggi, Cek Harga Mobil Listrik Ini Periode Desember 2025
“Pemicunya perang dagang Amerika–China,” ujar Akhmad kepada Kontan, Selasa (2/12/2025).
Akhmad mengungkap bahwa sektor yang paling gencar mencari fasilitas adalah industri padat karya, elektronik, packaging, serta industri manufaktur lain yang membutuhkan proses produksi cepat dan berorientasi ekspor.
Ia optimistis anggota HKI masih mampu memenuhi permintaan tersebut karena mayoritas kawasan industri melakukan ekspansi hingga 70%.
Selain menyediakan pabrik dan gudang, banyak kawasan industri kini juga menawarkan skema joint venture untuk investor asing yang membutuhkan mitra lokal.
Dari sisi pengembang, PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) melihat pipeline permintaan yang terus bergerak positif, baik dari investor asing maupun domestik, terutama di kawasan Cikarang dan Kendal.
“Permintaan terhadap kawasan industri kami masih solid. Tren inquiry juga kuat,” ujar Corporate Secretary KIJA, Muljadi Suganda.
Tonton: Kapal China dan Jepang Bersitegang di Dekat Pulau Sengketa
Walaupun fokus KIJA saat ini lebih pada penjualan kavling industri, Muljadi menegaskan bahwa permintaan dari investor asing tetap dominan. Relokasi pabrik manufaktur China ke Asia Tenggara — khususnya sektor padat karya dan consumer goods — menjadi salah satu pemicu utamanya.
Muljadi menambahkan bahwa kenaikan permintaan turut ditopang oleh:
- ekosistem industri terintegrasi di Cikarang
- biaya kompetitif dan lahan luas di Kendal
- pertumbuhan konsumsi domestik
- kebijakan pemerintah yang semakin pro-industri
Investor asing kini disebut lebih banyak melirik Kendal, dengan sektor furnitur, garmen, household goods, dan plastik mendominasi inquiry. Sementara Cikarang diminati untuk sektor logistik, elektronik/assembly, serta pengembangan data center.
Muljadi memprediksi bahwa kawasan Kendal akan melanjutkan tren permintaan kavling besar, terutama dari perusahaan padat karya dan pabrik yang merelokasi produksi dari China.
“Dengan pipeline yang sudah ada dan karakter permintaan tiap kawasan, kami optimistis permintaan akan tetap kuat ke depan,” tutupnya.
Kesimpulan
Artikel ini menunjukkan bahwa memanasnya perang dagang AS–China telah mendorong perusahaan China mencari lokasi produksi alternatif di Asia Tenggara, dengan Indonesia menjadi salah satu tujuan utama. Permintaan terhadap pabrik siap pakai dan gudang modern meningkat tajam, khususnya di Jabodetabek, Banten, Cikarang, dan Kendal. Investor asing memilih RBF karena fleksibel, cepat dipakai, dan minim risiko awal. Kawasan industri menyatakan siap memenuhi lonjakan permintaan melalui ekspansi, joint venture, dan layanan terintegrasi. Tren ini menandakan peluang pertumbuhan industri manufaktur Indonesia, meski keberlanjutan dampaknya akan bergantung pada kebijakan investasi, kesiapan tenaga kerja, dan infrastruktur pendukung.
Selanjutnya: Perusahaan Gadai Siap Memanen Cuan di Akhir Tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













