Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pengembangan kendaraan listrik dari hulu ke hilir diakui memerlukan insentif agar pertumbuhannya bisa kian terakselerasi. Staf Khusus Menteri ESDM Agus Tjahajana mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi basis produksi baterai listrik global.
Merujuk perkembangan yang ada, hingga 2024 mendatang ditargetkan total ada tambahan sekitar 240 ribu ton per tahun pengolahan nikel untuk menghasilkan material baterai listrik.
Agus menjelaskan, dengan tambahan tersebut dan ditambah dengan produksi dari Indonesia Baterai Corporation (IBC) maka Indonesia bisa menjadi penyuplai nomer dua atau tiga di dunia.
"Tapi ingat, itu baru di hulu, untuk mengembangkan itu dibutuhkan berbagai usaha. Insentif dalam pengembangan kendaraan listrik ada tiga pendekatannya," ungkap Agus dalam Investor Daily Summit 2022, Selasa (11/10).
Baca Juga: Pertamina Kilang Plaju Kembangkan Bahan Bakar Kapal Ramah Lingkungan
Agus menjelaskan, tiga pendekatan dalam insentif pengembangan Kendaraan Berbasis Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) meliputi lokalisasi kendaraan, peningkatan ketertarikan penggunaan kendaraan listrik hingga peningkatan populasi kendaraan listrik.
Adapun, berbagai insentif di dalamnya meliputi insentif pembiayaan, insentif pajak, bantuan keuangan saat pembelian, bantuan kepemilikan EV, penurunan harga EV hingga peningkatan rantai pasok dan lainnya.
Dari berbagai benchmark yang ada tersebut, Indonesia baru memberikan insentif pajak berupa penurunan tarif impor komponen. Meski demikian, Agus menegaskan sejatinya sudah cukup banyak dukungan regulasi dan fasilitas yang diberikan pemerintah dalam mendorong ekosistem EV.
"Insentif fiskal, non fiskal dan administrasi untuk industri baterai perlu dipercepat untuk mendorong percepatan pertumbuhan industri," terang Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News