Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengantongi Rp 80,08 triliun ke kas negara per akhir Maret 2023, usai menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 11% sejak bulan April 2022.
"Dampak penyesuaian tarif PPN menjadi 11% yang sudah berlaku sejak setahun lalu telah menambah penerimaan negara sebesar Rp 80,08 triliun," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti kepada Kontan.co.id, Kamis (13/4).
Seperti yang diketahui, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Pengaturan Perpajakan (UU HPP). Tarif PPN 11% telah berlaku sejak 1 April 2022 yang lalu.
Baca Juga: Pemerintah Buka Peluang Masuknya Produsen Mobil Listrik Lain Terima Insentif PPN
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, kenaikan tarif PPN 11% pada tahun lalu merupakan cerita sukses yang dapat dijadikan pembelajaran. Pasalnya, kenaikan tarif PPN tahun lalu hanya berkontribusi terhadap kenaikan inflasi sebesar 0,4%. Sementara, sepanjang 2022 inflasi Indonesia hanya 5,51% alias terkontrol.
"Jadi, ketika pemerintah menaikkan tarif PPN ada kerja keras di lapangan serta pendekatan yang tak text book menurunkan inflasi," kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (13/4).
Fajry bilang, kenaikan tarif PPN sebesar 1% juga berdampak kepada penerimaan negara. Sedangkan untuk mengurangi regresivitas dampak kenaikan tarif PPN, pemerintah telah memberikan bantuan sosial ke kelompok berpendapatan rendah.
"Kenaikan tarif PPN sebesar 1% pada tahun lalu boleh dibilang sebuah kisah sukses, yang mana dampaknya ke penerimaan optimal sedangkan dampak negatifnya terantisipasi dan terjaga," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, pemerintah sudah memprediksi bahwa penerimaan pajak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan bergeser dari pajak penghasilan (PPh) ke PPN.
Untuk itu, ia optimistis bahwa dengan menjaga kondisi perekonomian dalam negeri tetap sehat dan terus tumbuh, maka pemerintah bisa mendapatkan dampak dari penerimaan PPN di tahun 2023 dan tahun-tahun selanjutnya.
"Saya tidak melihat ada dampak negatif dari kenaikan tarif PPN di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)," katanya.
Baca Juga: Resmi Berlaku, PPN Mobil Listrik Turun, Berapa Harga Wuling Air Ev & Hyundai Ioniq 5?
Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani juga mengatakan hal yang sama. Dia bilang, kenaikan tarif PPN menjadi 11% akan memberikan kontribusi kenaikan penerimaan pajak yang signifikan.
"Memang yang terdampak adalah daya beli masyarakatnya, karena PPN ini dikenakan terhadap pembeli akhir," kata Ajib.
Ajib mengatakan, pola kenaikan tarif PPN ini merupakan salah satu upaya intensifikasi penerimaan melalui kebijakan tarif. Selanjutnya, pemerintah kecenderungannya akan melakukan ekstensifikasi dengan menerapkan perluasan basis penerimaan PPN dengan memperkecil grey economy.
"Pola ekstensifikasi ini pemerintah akan bertumpu pada digitalisasi," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News