kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dirjen Pajak: Potensi Penerimaan Pajak Kripto Bisa Tembus Rp 1 Triliun


Kamis, 07 April 2022 / 08:35 WIB
Dirjen Pajak: Potensi Penerimaan Pajak Kripto Bisa Tembus Rp 1 Triliun

Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengatakan, keputusan pemerintah untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi aset kripto di Indonesia akan berbuah manis pada pendapatan negara. 

Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung menunjukkan hitungan kasar otoritas pajak, penerimaan dari pengenaan PPN dan PPh atas transaksi aset kripto bisa mencapai Rp 1 triliun. 

“Potensi penerimaannya kami mengambil data total transaksi kripto 2020 di Indonesia mencapai Rp 850 triliun. Misal kita ambil contoh tarif dari Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang tidak terdaftar Bappebti, maka tarifnya 0,2% dikalikan total transaksi kripto tersebut, maka hasilnya hampir Rp 1 triliun sekian,” ujar Bonarsius kepada awak media, Rabu (6/4). 

Potensi penerimaan yang besar tersebut bisa dioptimalkan untuk memperbesar nominal bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat kelas bawah. Dengan demikian, Bornarsius menyiratkan investasi kripto ini sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. 

Baca Juga: Tarif PPN & PPh Aset Kripto yang Tak Terdaftar di Bappebti Lebih Mahal 2 Kali Lipat

“Lumayan, Rp 1 triliun lebih ini dibagi dalam bentuk BLT seluruh Indonesia dapat. Jadi yang punya uang lebih bisa berinvestasi, dapat keuntungan, penerimaan negara naik, dan bisa berbagai kepada masyarakat lain,” tambah Bornasius. 

Kemudian, pengenaan pajak ini dikenakan kepada pihak yang memfasilitasi perdagangan aset kripto baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini menimbang azas ekadilan kepada setiap pelaku usaha di dalamnya. 

Karena menurut Bonarsius, pihak-pihak ini luas. Bahkan bisa mencakup marketplace dalam negeri maupun luar negeri. Namun tentunya, untuk luar negeri pemerintah memiliki tolak ukur. Hanya, ia menegaskan pemerintah akan tetap menerapkan dengan adil. 

Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Humas DJP Dwi Astuti mengatakan, potensi penerimaan kripto ini juga akan sangat bergantung seberapa besar volume transaksi, sehingga jumlahnya bisa naik maupun turun dari tahun 2020. 

Sebagai tambahan informasi, pemerintah sudah resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no. 68/PMK.03/2022 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi perdagangan aset kripto.

Baca Juga: CEO Indodax Khawatir Pajak Kripto Berpotensi Memberatkan Investor

Menurut beleid tersebut, kripto bukan mata uang atau surat berharga tetapi merupakan barang berupa hak dan kepentingan lainnya yang berbentuk digital, sehingga bisa menjadi barang kena pajak (BKP) tidak berwujud. 

Atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut maupun disetor adalah sebesar 1% dari tarif PPN umum atau sekitar 0,11%. Sedangkan bila perdagangan tidak dilakukan oleh pedagang fisik aset kripto maka besaran PPN yang dipungut dan disetor bisa sebesar 2% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22%. 

Selanjutnya penjual aset kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan atau pertukaran aset kripto, maka penjual dikenai PPh pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1% yang akan dipungut, disetor dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×