kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Didominasi Soal Pinjol dan E-Commerce, YLKI Terima 535 Pengaduan pada Tahun 2021


Sabtu, 08 Januari 2022 / 05:50 WIB
Didominasi Soal Pinjol dan E-Commerce, YLKI Terima 535 Pengaduan pada Tahun 2021

Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren pengaduan konsumen kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turun naik dan tingkat aduannya dinilai masih rendah.

Ketua YLKI Tulus Abadi, mengungkapkan bahwa di tahun 2021 ada 535 pengaduan kepada YLKI, dilihat dari lima tahun sebelumnya, angka ini masih naik dan turun, dan menurutnya ini juga terjadi di lembaga lain.

Tulus mengatakan, bahwa tingkat aduan ini erat kaitannya dengan indeks kepercayaan konsumen (IKK). Ia menyebutkan bahwa IKK mengalami sedikit kenaikan dengan skor 50,39 dengan level mampu, tetapi salah satu indikatornya, yakni complaint habit atau kebiasaan mengadu skornya rendah.

“Dari sini kita lihat, indeks kepercayaan konsumen salah satu indikatornya adalah complaint habit, dari sekian indikator IKK, skornya paling rendah di 34 provinsi skornya 33,91, jadi memang masih rendah,” ungkapnya dalam konferensi pers Refleksi dan Bedah Pengaduan Konsumen 2021, Jumat (7/1).

Baca Juga: Sri Mulyani Pastikan Proyek IKN Tak Ganggu Penaganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi

Dari hal tersebut, ia melihat perilaku konsumen yang tidak pernah mengadu jika dirugikan sebanyak 52,3%, jarang mengadu sebanyak 28,55%, cukup sering mengadu 15,43%, sering mengadu 2,35%, dan selalu mengadu sebanyak 0,9%.

“Jadi itulah potret, mengapa pengaduan-pengaduan di Indonesia masih rendah, jika dibandingkan dengan negara maju, karena memang terkait dengan complaint habit, dan juga menyangkut culture masyarakat yang belum mengadu dengan baik,” jelasnya.

Tulus menambahkan, bahwa saat ini tren pengaduan di YLKI banyak menyangkut masalah ekonomi digital. Menurutnya fenomena ini terfragmentasi dalam dua isu, yakni pinjaman online dan e-commerce.

“Ini dua persoalan, di satu sisi gempuran ekonomi digital begitu masif, tetapi di sisi lain, tingkat keberdayaan dan juga tingkat pengaduan konsumen masih sangat tinggi, nah ini ada apa. Dan ini yang harus kita lihat,” katanya.

Baca Juga: Pembiayaan Proyek SBSN Sejak 2013 Mencapai Rp 175,38 Triliun

Banyaknya pengaduan di bidang jasa finansial juga menurutnya menyangkut masalah literasi finansial masyarakat Indonesia dan juga rendahnya literasi digital konsumen yang notabene literasi digitalnya masih rendah.

Dengan adanya masalah tersebut, YLKI merekomendasikan pemerintah dan DPR segera melakukan penguatan regulasi dengan mempercepat disahkannya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).



TERBARU

×