Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai jika penetapan PT Danareksa (Persero) menjadi holding BUMN yang mengelola anak usaha di berbagai bidang, memiliki resiko tersendiri.
"Menariknya, holding ini memang lintas sektor dan berbeda dengan yang lain karena terdiri atas bisnis yang berbeda satu sama lain. Karena berbeda, maka pasti pengelolaan tentu menjadi berbeda satu sama lain. Tentu akan ada resiko menjadi air mata atau mata air bagi sektor-sektor sub holding ini," ujarnya saat dihubungi Kontan, Rabu (24/11).
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo menetapkan PT Danareksa (Persero) sebagai perusahaan holding BUMN yang mengelola anak usaha di berbagai bidang. Adapun sektor usaha yang dimaksud meliputi sedikitnya tujuh bidang antara lain jasa keuangan, kawasan industri, sumber daya air, jasa konstruksi, manufaktur hingga logistik.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 113 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 1976 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Reksa. Presiden Jokowi meneken beleid tersebut pada 10 November 2021. Di tanggal yang sama, aturan ini berlaku.
Baca Juga: Ini sederet BUMN anggota Holding Danareksa
Tauhid melanjutkan, efektivitas menyatukan sub holding ini juga menemui tantangan tersendiri karena perbedaan tata kelola, sehingga membawa cara kerja yang berbeda pula. Namun demikian, dengan holding ini pula terdapat efisiensi manajemen di sektor tenaga kerja. Dengan demikian bisa mengurangi pengeluaran biaya secara keseluruhan.
Tauhid mengatakan, efektivitas sebuah holding akan kembali lagi dari filosofi aksi korporasi yang bisa disatukan. Jika tidak, menurutnya holding akan menjadi tren semata dan aksi korporasi menjadi semu.
"Namun ini bisa saja menjadi super holding, bisa jadi ke situ. Terlebih di tengah kondisi seperti ini, tapi lagi-lagi kita perlu lihat titik temunya. Menurut saya, menuju super holdingmasih membutuhkan waktu lebih lama, sebab membutuhkan penyesuaian yang memakan waktu lama pula" sambung dia.
Ia berujar, saat ini asumsinya holding dilakukan pemerintah untuk menggabungkan aset-aset BUMN yang kecil untuk menjadi satu. Dalam prosesnya, untuk mencapai efektivitas, akan menemui sub holding yang aktivitasnya diminimalisir atau tidak lagi dijalankan karena kalah bersaing dengan swasta. Ia memberikan contoh, industri logistik yang saat ini sudah banyak diambil swasta.
Baca Juga: Ditetapkan Jokowi sebagai holding BUMN, begini tanggapan petinggi Danareksa
Ia menyatakan, efektivitas holding tersebut bisa tercapai jika kembali lagi pada desain holding atau super holding ini.
"Mau dibawa kemana? Karena pasti akan ada sub yang diminimalisir atau tidak lagi dijalankan karena sektor-sektor yang sudah diambil swasta banyak, contohnya logistik. Apakah itu masih bisa masuk BUMN? Jadi, dengan holding Danareksa ini, ada kemungkinan yang kecil akan hilang," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News