kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,65   -6,71   -0.72%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Catatan AESI Soal Harga Pembelian Listrik PLTS dalam Perpres 112 Tahun 2022


Jumat, 16 September 2022 / 07:30 WIB
Catatan AESI Soal Harga Pembelian Listrik PLTS dalam Perpres 112 Tahun 2022

Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menilai harga listrik yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga listrik sudah cukup menarik. Namun masih ada beberapa catatan yang harus dicermati dalam pelaksanaan tarif listrik ini. 

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia, Fabby Tumiwa mengatakan, untuk harga beli listrik PLTS sudah cukup oke karena harga ini juga merefleksikan perkembangan harga saat ini. Namun sejatinya, usulan yang disampaikan AESI pada 2019 lebih tinggi dibandingkan harga pembelian tenaga listrik yang ditetapkan saat ini. 

“Usulan kamu lebih tinggi di 2019, pada waktu itu sampai dengan 10 MW dimintakan feed in tariff tetapi FIT tidak disetujui,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (15/9). 

Baca Juga: Menteri Keuangan Prancis Pastikan Negaranya Jauh dari Resesi

Namun harus diingat, harga pembelian tenaga listrik ini merupakan harga patokan tertinggi yang dibuat berdasarkan asumsi tertentu, salah satunya dari capex. Misalnya saja harga modul. Saat ini harga modul dibandingkan 2019 sudah naik hingga 15% hingga 20%. 

Melonjaknya harga modul ini disebabkan permintaan yang lebih tinggi dan pasokan terkendala karena pandemi Covid-19. Menurut Fabby, mungkin saja ke depannya permintaan bisa naik lebih tinggi tetapi supply terbatas otomatis harga modul semakin membengkak. 

“Nah ini yang menjadi berisiko, harus ada ruang sih. Artinya, (harga listrik) saat ini harus segera dimanfaatkan secepatnya. Pasalnya, harga beli listrik ini mekanismenya akan di-review setiap tahun sejak peraturan presiden ini mulai berlaku,” ujarnya.  

Fabby juga mencermati harga pembelian listrik untuk PLTS yang dilengkapi dengan fasilitas baterai atau fasilitas penyimpanan energi listrik lainnya. 

Dalam Bab II Harga Pembelian Tenaga Listrik Pasal 10 Ayat (1) PLTS Fotovoltaik atau PLTB untuk semua kapasitas yang dilengkapi dengan fasilitas baterai atau fasilitas penyimpanan energi listrik lainnya, harga fasilitas baterai atau fasilitas penyimpanan energi listrik lainnya, ditetapkan berdasarkan harga patokan tertinggi sebesar 60% dari harga pembelian tenaga listrik. 

Menurut Fabby, peraturan tersebut tidak memberikan gambaran atau asumsi baterai yang digunakan berapa kapasitas untuk melayani bebannya. 

“Kalau itu tidak ada penjelasan lebih rinci agak sulit, karena yang saya baca hanya dibilang baterai 60% dari maksimal harga patokan tertinggi bisa jadi harga baterai itu berbeda (lebih mahal) tergantung dari jenisnya,” ujarnya. 

Baca Juga: Mendag: Harga BBM Subsidi Naik, Harga Barang Pokok Masih Stabil

Menurutnya, peraturan harga listrik ini bisa langsung dijalankan, hanya saja tetap diperhatikan lebih jauh soal penerimaan pasarnya. “PLN lelang mau gak (pasar) nawar dengan harga berapa,” terangnya. 

Fabby menjelaskan lebih jauh, sampai dengan 2018 beberapa lelang PLTS di PLTS Likupang Lombok harga listriknya masih di atas 10 cent per KWH, kemudian di PLTS Bali Barat dan Bali Timur untuk kapasitas 2x25 MWp harganya sudah di bawah 6 cent per KWH. 

Meski harga listrik di Bali lebih kompetitif, Fabby mengungkapkan karena tidak menggunakan modul TKDN. “Modul surya itu kalau TKDN mungkin 20% lebih tinggi harganya sebab modul dalam negeri lebih mahal, efisiensi lebih rendah, implikasi unit size yang sama, luas lahan lebih besar, jumlah balance of system lebih banyak tetapi yield lebih sedikit,” ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×