Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek gas Jambaran Tiung Biru (JTB) masih terus bergulir. Direktur Operasi SKK Migas, Julius Wiratno mengungkapkan, proyek gas tersebut direncanakan gas in atau buka sumur pada tanggal 10 Agustus 2022 ini.
“Diharapkan bisa on stream (komersial spec) 1-2 minggu setelah gas in,” imbuh Julius kepada Kontan.co.id (7/8).
Proyek Strategis Nasional (PSN) JTB dilaksanakan oleh PT Pertamina EP Cepu (PEP Cepu). Proyek JTB dirancang untuk mengolah gas input 330 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) gas input dengan kapasitas produksi sales gas sebesar 192 MMSCFD. Gas yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Baca Juga: Menteri ESDM Minta Proyek Jambaran Tiung Biru Segera Menyalurkan Gas
Biaya pengembangan proyek ini diestimasikan berkisar US$ 1,5 miliar atau setara kurang lebih Rp 22 triliun dengan komitmen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40%.
Proyek JTB merupakan salah satu dari 12 proyek minyak dan gas (migas) yang direncanakan on stream pada tahun 2022 ini. Saat semuanya sudah on stream nanti, kedua belas proyek tersebut diproyeksikan bakal memberi tambahan produksi minyak 19.000 barrels of oil per day (BOPD) dan gas 567 million standard cubic feet per day (MMscfd).
Secara total, akan ada 6 proyek migas yang direncanakan on stream di sepanjang paruh kedua tahun 2022 ini.
“Dari 12 Project baru on stream 6 project, sisanya memang terjadwal on stream di semester 2 tahun ini. Semoga aman dan lancar,” tutur Julius.
Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan menilai, kedua belas proyek hulu migas yang direncanakan on stream pada tahun 2022 penting untuk dikawal. Menurutnya, kedua belas proyek tersebut bakal turut membantu pencapaian target pemerintah untuk mengejar target produksi m 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030.
“Saya kira proyek-proyek ini sangat penting dalam pencapaian peningkatan produksi hulu migas nasional apalagi terkait dengan program 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030 yang akan datang. Hal ini akan berdampak terhadap produksi ke depannya jika semakin lama project ini semakin molor,” tutur Mamit saat dihubungi Kontan.co.id (7/8).
Baca Juga: Penerimaan Hulu Migas Tembus US$ 9,7 Miliar Terdongkrak Harga Minyak
Lebih lanjut, Mamit juga berpandangan bahwa penyelesaian proyek-proyek migas memerlukan peran dari banyak pemangku kepentingan atau stakeholder.
“Jadi bukan cuma tugas dari SKK Migas saja. SKK Migas tidak akan mampu menyelesaikan kendala yang dihadapi tanpa adanya bantuan dari kementerian/lembaga lain serta pemda dalam menyelesaikan permasalahan yang ada,” tandas Mamit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News