kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPH Migas sebut penyaluran Premium mesti dievaluasi, ini alasannya


Senin, 16 November 2020 / 08:45 WIB
BPH Migas sebut penyaluran Premium mesti dievaluasi, ini alasannya

Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium, khususnya di kawasan Jawa, Madura, dan Bali (Jamali), mendapat respons dari sejumlah pihak. Salah satunya Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Anggota Komite BPH Migas Henry Ahmad mengaku, sebenarnya pihak BPH Migas belum mendengar kepastian kabar bahwa penjualan Premium di area Jamali akan dihentikan dalam waktu dekat. “Setahu saya pemerintah tidak akan memberikan kompensasi terhadap penyaluran Premium di Jamali kepada Pertamina,” ujarnya, Minggu (15/11).

Terlepas dari itu, BPH Migas tak menampik fakta bahwa di beberapa daerah, sebagian besar Premium yang disalurkan justru menjadi objek penyelewengan ke pengecer BBM ilegal atau yang akrab disebut Pertamini.

Baca Juga: BPH Migas: Rencana penghapusan BBM jenis premium perlu dilakukan bertahap

Ada sejumlah dampak negatif dari penyelewengan Premium tersebut. Di antaranya, masyarakat tidak mendapatkan harga Premium sesuai dengan harga ketetapan pemerintah setelah Premium sampai ke pengecer dan tidak adanya jaminan kualitas Premium sesuai dengan standar.

Henry menceritakan, di Sumatera acap kali Premium dioplos dengan BBM ilegal yang berasal dari lapangan minyak ilegal yang berada di Sumatera Selatan dan Jambi. Selain itu, khusus di Sumatera Barat, lebih dari 80% hasil penyaluran Premium diserobot oleh pengecer sehingga menimbulkan antrean yang panjang.

Ada beberapa dampak negatif penyelewengan Premium lainnya. Misalnya, memicu peluang bagi oknum untuk ikut ambil untung dari penyaluran Premium, maraknya penyaluran BBM ilegal seperti Pertamini, hingga sering terjadinya kebakaran di SPBU akibat tindakan pengecer SPBU yang tidak menaati ketentuan keselamatan.

“Melihat kondisi tersebut, sebagian besar pengusaha SPBU tidak keberatan kalau di SPBU-nya tidak diberikan jatah premium,” ungkap Henry.

Baca Juga: Tren konsumsi Premium turun, Pertamina gencarkan promosi BBM ramah lingkungan

BPH Migas juga menilai, berdasarkan kenyataan di lapangan, khususnya di area Jamali dan beberapa daerah lainnya, keberadaan Premium perlu dievaluasi karena sebagian besar penyalurannya bermasalah atau tidak sesuai dengan harapan pemerintah untuk memberikan BBM dengan harga terjangkau kepada masyarakat umum.

“Dari pengamatan di lapangan juga masyarakat cenderung sudah menggunakan BBM dengan spesifikasi oktan yang lebih tinggi, khususnya pengguna sepeda motor,” pungkas dia.

Selanjutnya: Soal penghapusan Premium, YLKI: Memang sudah saatnya ditinggalkan masyarakat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×